Lihat ke Halaman Asli

Ikrar Sang Pendekar (59), Harga Sebuah Pengorbanan

Diperbarui: 6 September 2024   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

Arum keluar dari kamar begitu mendengar kegaduhan di halaman. Seorang murid perempuan, Ayu Lastri, segera menceritakan bahwa ada pendekar sakti yang tengah mengamuk lantaran permintaannya soal kitab pusaka dan harta karun tidak terpenuhi.

'Kanda, pulanglah!' batin Arum Naga. Ia menyaksikan murid-murid padepokan yang sebagian besar masih remaja itu mati-matian memberikan perlawanan terhadap musuh yang luar biasa sakti. Beberapa di antara mereka sudah bergelimpangan di tanah.

'Kanda, pulanglah!' batin Arum sambil memejamkan mata. 'Atau semuanya akan terlambat!' Perasaannya diliputi keprihatinan. Tangan kanannya menggenggam pedang pusaka Mpu Naga dengan sangat erat. Kakinya melangkah maju.

"Ndoro Putri ingat, anda sedang hamil!" seru Mbok Semi yang berdiri di belakangnya dengan penuh kekhawatiran.

"Tapi saya tidak bisa tinggal diam melihat anak-anak berguguran seperti itu, Mbok! Lebih baik aku yang mati!"

Mbok Semi hanya geleng-geleng kepala. Ia teringat mendiang Mpu Naga yang jelas mewariskan sifat itu kepada putri Arum Naga.

Watak Pendekar Pertapa Sakti memang luar biasa bengis. Sekali amarahnya meledak, ia tidak akan merasa puas sebelum lawannya roboh dalam keadaan binasa. Belasan tubuh murid padepokan telah tergeletak dengan bersimbah darah.

'Kanda, cepat pulang!' batin Arum dengan memusatkan pikirannya lebih kuat, sebelum akhirnya nekad menerjang musuh yang sangat kejam itu. Pedangnya yang berkilauan bergerak laksana naga kesetanan. Nyonya yang masih sangat belia itu cukup cerdik, dengan gesit mata pedangnya hanya mengancam sepasang bola mata Pertapa Sakti.

Ki Juwaima kaget setelah mengetahui bahwa yang menyerangnya kini seorang wanita cantik. Birahinya langsung timbul sehingga ia tidak berniat menghabisi nyawa wanita itu, hanya ingin melumpuhkannya saja.

Tapi tentu saja itu tidak mudah. Arum bergerak sangat lincah dan permainan pedangnya pun cukup cepat, sehingga usaha Pertapa Sakti untuk menangkap pedang itu selalu gagal. Demi menyaksikan itu, semangat murid-murid padepokan kembali bangkit berkobar-kobar. Mereka pun ikut menerjang dari segala arah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline