Lihat ke Halaman Asli

Ikrar Sang Pendekar (58), Pendekar Juwaima yang Jumawa

Diperbarui: 6 September 2024   05:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

"Mengapa Sinuhun menganggap pelajaran mengenai moral sebagai pelajaran omong kosong?" tanya seorang murid memberanikan diri.

Topo Suratanu dipanggil sinuhun oleh para muridnya. Sinuhun bisa berarti 'sesembahan'. Ia tersenyum sinis mendengar pertanyaan itu. "Pelajaran mengenai moral memang pelajaran omong kosong, dan hanya bualan orang-orang yang sejatinya lemah, yang sembunyi di balik jubah moral dan mengaku diri mereka suci. Kalian perhatikan, apa dengan adanya pelajaran mengenai moral lantas dunia ini menjadi lebih baik? Lihat saja, di manakah terjadinya kejahatan-kejahatan besar? 

Bukan di dusun-dusun yang dihuni oleh orang-orang yang pikirannya masih amat sederhana, yang tidak dididik oleh kalangan yang ahli tentang pelajaran moral! Akan tetapi, kejahatan-kejahatan besar justru banyak terjadi di kota-kota besar, yang orang-orangnya kenyang dengan pelajaran moral dan segala tetek bengeknya!"

Setelah mengamati wajah-wajah muridnya yang tertegun sementara mulut mereka terkunci, Topo kemudian melanjutkan, "Pelajaran soal moral terbukti tak dapat memperbaiki sifat manusia! Kalian pasti sering melihat orang-orang yang menggunakan segala keindahan ujaran-ujaran moral untuk membual, untuk membodohi dan mengelabui orang lain demi menutupi kebejadan moralnya? Banyak contohnya bukan! Itulah kenapa saya menganggap semua itu pelajaran omong kosong! Benar apa tidak?"

"Benar!" jawab sebagian murid.

"Benar apa tidak?"

"Benar!"

Begitu selesai mengatakan itu Sinuhun Begawan Kegelapan Topo Suratanu menutup dengan meludah ke samping. Tanpa disadarinya ia mulai suka meludah sembarangan, seperti kebiasaan Mbah Myang Mimbe, si dukun pelet yang tewas mengenaskan.

***

Dari penuturan para sesepuh secara turun temurun menyebutkan bahwa Desa Miagan, Mojoagung, dulunya berupa hutan belantara. Hutan yang merupakan wilayah Wirasaba, sebutan pada jaman Majapahit, yang kemudian dibuka sebagai tempat berlatih pasukan kerajaan lengkap dengan pesanggrahan para pengawal tamu-tamu keraton.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline