Lihat ke Halaman Asli

Ikrar Sang Pendekar (55): Amanat Keramat

Diperbarui: 2 September 2024   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

Di sebuah puri mungil tapi bersih dan wangi. Tulus sedang menerima wejangan khusus dari Mbah Kucing. "Kitab ini aku titipkan kepadamu, karena hanya kamulah orang yang paling tepat untuk mempelajarinya! Tapi pesanku, jaga kitab ini baik-baik! Akan sangat berbahaya jika kitab ini berada di tangan orang yang jahat!""

"Terima kasih, Mbah!" Tulus menerima kitab itu sambil menundukan kepala. "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan kepada saya!"

Kitab bersampul kulit rusa itu berjudul 'Serat Sekti Mandraguna', menggunakan huruf dan bahasa Jawa kuno. Tulus tidak sabar untuk membalik sampulnya. Lalu melihat isinya sekilas. Ternyata isinya adalah kumpulan ajian kanuragan tingkat tinggi beserta petunjuk pengamalannya, ditulis rapi di atas lembaran-lembaran kain sutra.

Bagi Tulus, banyak ajian yang sudah tidak asing lagi, misalnya ajian Lebur Saketi, Saepi Angin, Rawerontek, Inti Paku Bumi, Pancasona, Waringin Sungsang, dan ajian Serat Jiwa. Namun ada beberapa yang sama sekali asing di telinganya, seperti ajian Tiwikrama, yang bisa membuat pengamalnya bisa berubah wujud menjadi tinggi besar seperti raksasa. Ada ajian Inti Banurasmi, yang bisa membuat pemiliknya berubah menjadi cahaya, kemudian ajian Kendit Buntel Mayit.

Sementara ilmu umum seperti ajian Senggrok Macan, Lembu Sekilan, Gembolo Geni, Panglimunan, Sapta Pangrungu, Brojomusti, Gelap Ngampar, di kitab tersebut dimasukan dalam ajian kelas bawah.

"Tidak ada di kitab manapun ajian yang asli seperti dalam kitab ini!" tutur Mbah Kucing, "Setiap ajian dijabarkan makna filosofisnya dengan sangat mendalam, karena ini disusun langsung oleh pengarang ilmu itu sendiri. Ini asli karya budaya bangsa yang wajib dirawat dan dilestarikan!"

"Siapa penulisnya, Mbah?" Tulus mencari-cari nama di sampul depan, tapi tidak tercantum nama penulisnya.

"Ajian-ajian ini awalnya dihimpun oleh Mahapati Gajah Mada di lontar secara terpisah.

Namun di kemudian hari, mahapatih itu meminta Mpu Prapanca untuk mengabadikannya di dalam sebuah kitab yang terbuat dari kain sutra. Mpu Prapanca adalah sastrawan besar yang termasyur di seantero negeri sebagai seorang yang paling berpandangan tajam dan berpikiran jernih. Dia juga mengenal Gajah Mada dengan baik. Maka ia menerima tugas dari sahabatnya itu dengan senang hati. Untaian aksara yang terangkai indah ini adalah sebuah warisan yang tak ternilai harganya bagi rakyat Nusantara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline