Oleh: Tri Handoyo
Jarum pendek jam menunjuk angka sembilan. Sebetulnya masih sore, tapi jalan begitu sunyi. Jarang ada kendaraan lewat di situ. Meskipun tersedia halte tua yang kondisinya lumayan bersih. Tapi keberadaannya tak berguna.
Ketika melintasinya, tiba-tiba pandangan mataku tertuju pada seorang gadis yang duduk sendirian di bangku halte. Dari sorot lampu jalan, meskipun remang-remang, terlihat parasnya yang tampak memendam kesedihan.
Gadis itu memakai baju tidur. Rambutnya yang sebahu diikat ke belakang. Lumayan cantik dan anggun, meskipun penampilannya sangat sederhana dan tanpa make-up.
Aku yang biasanya pemalu jika berhadapan dengan perempuan kali ini nekad menghampirinya. itu karena aku menangkap ada sesuatu yang tidak lazim. Hati kecilku membisikan dia sedang butuh pertolongan.
"Selamat malam! Permisi, Mbak?" tegurku berusaha sesantun mungkin, agar dia tidak sampai ketakutan. "Boleh duduk di sini?"
"Selamat malam, pak!" jawabnya lirih. Suaranya sedikit parau seolah habis menangis. "Silakan, Pak!"
Aku semakin yakin bahwa dia butuh pertolongan dan itu mendorongku untuk memberanikan diri mengoreknya lebih jauh.
"Kok sendirian di sini?"
Dia menundukkan muka, menatap lantai paving di bawah. Beberapa saat ia membisu. Keheningan merambat pelan.