Lihat ke Halaman Asli

Pertemuan Sunyi

Diperbarui: 9 Juni 2024   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo


Oleh: Tri Handoyo

Jaman sekolah dasar dulu, jika guru ada kegiatan rapat, maka pelajaran ditiadakan. Libur. Murid diijinkan pulang lebih awal. Tanpa merasa bersalah, sebagai gantinya ibu guru malah memberi tugas untuk dikerjakan di rumah.

Pengumuman rapat guru seperti itu akan selalu disambut sorak-sorai seluruh isi kelas. "Horeee..!" "Asyiiik..!" "Pulang..!"

Anak-anak buru-buru memasukan segala perlengkapan buku dan alat tulis ke dalam tas, lalu menunggu ibu guru memimpin membaca doa bersama sebelum kelas bubar.

Buat aku pribadi, itu momen yang paling menyenangkan. Bisa jadi mencerminkan sebagai murid yang malas belajar di dalam kelas. Langsung tersusun berbagai rencana dalam pikiran. Akan banyak waktu untuk bermain. Aku memang dikenal sebagai anak yang suka bermain. Suka keluyuran, sampai mendapat gelar sebagai anak yang tidak kerasan tinggal di rumah. Pulang hanya waktunya makan dan tidur.

Masih pagi. Cahaya matahari belum terasa menyengat. Langit tampak cerah, sehingga tak ada satu pun yang mampu menghalangi sinarnya untuk memapari segala aktifitas manusia di bumi.

Kukayuh sepeda dengan penuh semangat. Butiran keringat dengan cepat membasahi wajah, badan, dan menyerap ke dalam baju. Di pundak kiriku terselempang sebuah tas berisi buku yang terasa semakin berat. Aku tidak peduli. Kaki-kakiku terus mengayuh dan mengayuh menuju rumah.

Sebelum bermain, aku harus ganti baju seragam sekolah merah putih. Pakai kostum untuk main. Sampai di tempat aku baru ingat bahwa tidak ada orang di rumah. Pembantu sedang pulang kampung. Ibuku pergi ke kantor dan saudara-saudaraku tentu masih berada di sekolah.

Untungnya, seluruh anggota keluarga punya kesepakatan di mana harus menaruh kunci tatkala rumah kosong. Di sebuah tempat rahasia, yang ternyata hampir semua orang punya tempat rahasia yang sama. Ya benar sekali, di bawah keset depan pintu.

Setelah membuka pintu, aku langsung menuju ruang makan. Sambil melepas satu per satu kancing baju, kuraih botol air minum dari lemari es. Mataku kemudian menelusuri sesuatu di atas meja yang mungkin bisa mengganjal perut.

Sialnya, di atas meja besar berbentuk oval itu tampak kosong. Belum ada masakan apa pun. Hanya tampak sebuah kaleng kerupuk di ujung. Maka itu yang menjadi sasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline