Lihat ke Halaman Asli

Ambivalen dan Kambing Hitam

Diperbarui: 23 Juni 2024   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Tri Handoyo

Oleh: Tri Handoyo

Pangeran Duryudana pada dasarnya adalah anak yang baik, tapi akibat dari pola asuh yang terlampau memanjakan, maka ia tumbuh menjadi pribadi buruk, jahat dan kelak menjadi penyebab utama hancurnya kerajaan Astina. Kerajaan yang kejayaannya telah dicapai para leluhur dengan susah payah itu akhirnya sirnah dari muka bumi.

Sikap buruk sang pangeran diperparah oleh didikan, lebih tepatnya racun hasutan dari si paman, yakni Sangkuni.

Sangkuni adalah sosok unik dengan mengidap beragam gangguan mental, yang dulu belum diketahui namanya, yakni mengidap "ambivalensi". Sebuah gangguan mental yang membuat seseorang memiliki kepribadian kontradiktif terhadap diri sendiri, situasi, peristiwa, atau terhadap orang lain.

Dengan kata lain, pengidap ambivalensi juga disebut gangguan kepribadian pasif-agresif, tidak tegas dalam mengungkapkan dan mengekspresikan emosi.

Contoh seorang yang memiliki sikap ambivalen, suatu ketika ia bilang bahwa Indonesia mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina, yang tahun 1988 telah dideklarasilan oleh Yasser Arafat, tapi disisi lain dia percaya bahwa Palestina belum merdeka, dan bahkan meyakini bahwa selamanya Palestina akan terjajah sampai kiamat. Itu sikap ambivalen.

Bisa juga misalnya, meyakini konstitusi yang berbunyi bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, sekali lagi 'hak segala bangsa', tapi di sisi lain menyatakan bahwa bangsa Israel harus dimusnakan.

Gangguan pasif-agresif menyebabkan seseorang mengekspresikan perasaan dan emosi negatif secara halus atau pasif, ketimbang secara langsung dan tegas. Itulah kenapa karakter tersebut sangat cocok menjadi tukang hasut. Juru adu domba yang handal.

Kelebihan Sangkuni, yang sering kali menimbulkan sikap seolah-olah cerdik dan licik, adalah mahir mencari pembenaran atas segala keburukan yang telah dilakukannya.

Sosok lain yang meracuni kepribadian Duryudana adalah Guru Resi Durna. Seorang ahli agama yang juga mengidap sikap jenis ambivalen, yakni kontradiksi antara apa yang dikatakan dan yang dilakukan. Ini merupakan ekspresi dari negativisme yang mendasarinya. Yakni perasaan marah, kecewa, benci, sedih, atas kehidupan yang dirasaknnya tidak adil di masa lalunya. Namun ia mampu menyembunyikannya secara baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline