Lihat ke Halaman Asli

TRI HANDITO

Kawulaning Gusti yang Mencoba Untuk Berbagi

"Kesandhung" Sebagai Ujian Pemuliaan Diri

Diperbarui: 8 Juni 2020   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesandhung (Sumber : dokumen pribadi)

Pas lagi enak-enaknya jalan... Eeee lha kok kesandhung batu. Kecil memang, tapi cukup terasa. Kaki ngilu, hati kaget, dan perasaan malu dilihat orang karena hampir jatuh saat kesandhung juga menjadi rasa penambah derita.

Setiap orang memang tidak mau kesandhung. Bahkan, saat kesandhung kita tidak tahu kalau bakalan kesandhung !?#/!!?

Dalam kehidupan bebrayan bersama-bersosialisasi-bermuamalah kita pasti mengalami hal yang sama : Kesandhung.

Kadang kita tiba pada suatu situasi dan kondisi di mana kita tidak menginginkannya atau tidak pernah membayangkan bakalan menimpa kita, tapi kok itu terjadi.

Kita sudah berhati-hati betul menjaga rasa dan perasaan bersama... Eee lha kok masih ada yang salah. Atau, ketika kita merasa bener...yaaa ada saja yang menyalahkan. Itulah romantika hidup. Kesandhung situasi, kesandhung kondisi, yang kadang di luar jangkauan pemikiran  dan perkiraan kita.

Goethe (seorang sastrawan dan sekaligus ilmuwan Jerman 1749 - 1832) dalam karyanya yang berjudul Faust menyatakan sebuah kalimat indah : 

Im Anfang war die Tat (Pada mulanya adalah perbuatan)

Perbuatan tidak pernah diciptakan, namun ia dilakukan. Alam pikiran kita terkadang tidak  menjangkau, mengapa perbuatan itu dilakukan? Apa yang membuat kita melakukan perbuatan itu? Sebagian besar kita (dan pastinya saya) lebih terfokus kepada akibat dari perbuatan itu. Manusia digerakkan untuk berbuat sesuatu oleh faktor-faktor bawah sadar. 

Beberapa waktu kemudian ia merenungkan sebab-sebab yang menggerakkan perbuatannya itu. Di sinilah alam pikiran dan dorongan batin kita mulai bekerja. Carl Gustav Jung, dalam bukunya yang berjudul Manusia dan Simbol-simbol, menyatakan bahwa dorongan batin ini muncul dari sumber terdalam yang tidak diciptakan oleh alam sadar kita dan tidak ada di bawah kendali kita.

Demikian pula ketika kita kesandhung. Saat kesandhung (biasanya) orang beristighfar atau nyebut nama Gusti atau bahkan ada yang malahan mengumpat nggak karuan. Saat itu, kita lebih fokus kepada rasa sakit dan mencela diri karena kita tidak hati-hati. Namun, jarang kita merenung : mengapa kita kesandhung? Apa hikmah apa di balik peristiwa kesandhung ini? 

Merenung memang perlu dan penting, supaya kita tetap berprasangka baik terhadap berbagai peristiwa (terutama peristiwa buruk) yang menimpa diri kita. Bisa dikatakan bahwa merenung merupakan upaya kita untuk menyunting perspektif buruk yang muncul dalam alam pikiran kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline