Masih ingat dalam ingatan saya ketika pertama kali ketemu Pak Anies dalam acara #KerjaBakti Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM) di bulan September, tahun 2013. Saat itu, para relawan telah bersama-sama menggalang sebanyak 52 ribu buku terseleksi dan terpilih di wahana Kotak Cakrawala, 1.386 set puzzle edukatif dari wahana Kepingpedia, sekitar 5.600 kartu belajar dari wahana Kartupedia, sekitar 5.000 pucuk Surat Semangat, 4.788 set peraga sains kreatif dari wahana Kemas-kemas Sains, dan lebih dari 952 video lagu, dongeng, dan inspirasi profesi yang telah dikirimkan ke 17 kabupaten di Aceh Utara.
Mengingatnya saja selalu membuat saya kembali merinding. Belum pernah saya merasakan semangat ratusan relawan muda di Econvention Hall sebelumnya. Gila. Gagasan Anies Baswedan mengenai pendidikan adalah sebuah terobosan.
Saya setuju atau tidak setuju mengenai pencalonan Pak Anies menuju DKI 1 bukanlah pendapat yang penting, karena saya toh tidak ber-KTP DKI Jakarta.
Tulisan ini adalah curahan pikiran saya secara personal mengenai kegelisahan tentang sebuah semangat kebangsaan. Anies Baswedan muncul karena semangat pendidikannya seakan-akan membangkitkan kembali spirit Ki Hajar Dewantara. Gagasan pendidikan Taman Siswa dan Gerakan Indonesia Mengajar adalah gagasan yang hebat dan lahir dari ketulusan mencintai negeri, yang kemudian dilirik oleh para tokoh partai untuk menjadikan Ki Hajar Dewantara dan Anies Baswedan untuk kemudian menduduki jabatan politik. Saya percaya bahwa gagasan kebangsaan Anies Baswedan tidak akan tunduk pada kepentingan partai politik.
Anies Baswedan tidak lahir dari rahim politik kekuasaan, Anies Baswedan lahir karena dikandung oleh gagasan kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H