Akhir-akhir ini dunia bulutangkis kita dimeriahkan kembali oleh kehadiran pebulutangkis muda dengan banyak prestasi, Marcus/Kevin. Kiprahnya menandai kebangkitan bulutangkis nasional yang cukup lama paceklik pemain fenomenal. Marcus/Kevin bukan saja dikenal melalui prestasi-prestasinya, lebih dari itu aksi kocaknya seringkali membuat decak kagum penonton. Begitu banyak liputan yang menyajikan judul atau reportase tentang keunikan permainannya itu. Dari sekian banyak judul liputan, nampaknya kata 'tengil' cukup banyak melekat pada kedua pasangan ini. Tidak jarang aksinya itu dianggap memprovokasi lawan dengan memberikan tekanan mental. Kadang-kadang seperti tak niat main, pura-pura panik, atau membuat pukulan tipuan yang mengecoh lawan.
Pada saat membaca judul liputan dengan menggunakan kata tengil, apalagi pada saat awal kemunculan kemasan judul itu, pembaca akan merasakan kesan negatif, bahkan sangat negatif. Namun kesan kita itu perlahan surut setelah membaca keseluruhan berita. Kata tengil bergeser maknanya dalam persepsi yang justru menggelikan dan tidak apa-apa. Malahan menimbulkan Kesan kocak yang menghibur. Sebenarnya, gaya semacam itu sering dilakukan banyak orang pada saat bermain bulutangkis. Namun apa yang disuguhkan Marcus/Kevin menjadi istimewa karena dilakukan pada event-event penting berskala internasional. Dengan tingkat kegentingan tinggi, Marcus/Kevin masih sanggup memberikan totontonan yang menghibur dan enak dinikmati.
Menurut KBBI, tengil berarti menyebalkan. Kata itu juga memberikan kesan membuat kita benci. Namun, apa sebenarnya yang telah dikerjakan pebulutangkis kita ini? Sesungguhnya, Marcus/Kevin telah membuat kemasan bulutangkis menjadi sesuatu yang baru. Mereka berhasil memframing wacana bulutangkis dalam formula yang lebih segar. Permainannya menjadi semacam 'condensing symbol' melalui aksi-aksi yang tak biasa itu sebagai bentuk framing device (instrument pembingkai). Aksi-aksinya itu menjadi semacam roots dan appeal to principle dalam meraih kemenangan. Pun demikian, ketika hal itu oleh reporter asing dianggap sebagai kecerdikan atau kelicikan, makna yang dihimpun justru menjadi kewajaran. Pukulan dan gaya tipuan telah menjadi metafor, aksi tengil malahan mejadi core frame ampuh wacana yang efektif 'mempedayai' lawan-lawannya. Sedemikian besar unsur framing divices tadi berpengaruh terhadap prestasi-prestasinya, bukan tidak mungkin, model ini akan menjadi trend yang bisa diadaptasi pemain atau pencinta bulutangkis. Bisa jadi model baru ini juga akan menjadi wacana teknik bermain. Apa pun itu, kita pantas bersyukur dan berterima kasih kepada pasangan muda ini dengan segudang prestasinya. Dunia bulutangkis kita memiliki gemanya kembali. Semoga perbulutangkisan kita ke depan akan terus menciptakan "wacana-wacana" baru dengan prestasi gemilang. Kini telah lahir wacana bulutangkis model Marcus/Kevin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H