Content creator -- fenomena, kontemporer, dinamis.
Setujukah Anda saat membaca 3 kata di atas yang menggambarkan makna content creator sebenarnya?
Profesi yang sangat bertaut dengan perubahan teknologi dan masifnya pengaruh internet bagi kehidupan kita.
Content creator merupakan sebuah fenomena yang kita nikmati selama beberapa tahun belakangan ini. Sebuah profesi baru yang kita lihat seiring dengan berkembangnya media sosial seperti Instagram, Tiktok, bahkan Youtube. Mengapa aplikasi tersebut? Sebab, mereka memungkinkan penggunanya untuk menyalurkan kreativitas, kebebasan serta aspek ekspresif yang dimiliki. Selain itu, aplikasi tersebut pun dapat menjadi medium penyaluran hobi dan eksistensi diri (Paramesti, 2021, h. 140). Jika melihat ke belakang, terdapat banyak nama yang keluar saat mendengar content creator. Mulai dari Atta Halilintar, Rachel Vennya, Anya Geraldine dan masih banyak lagi.
Jika ditelusuri lebih dalam, beberapa tahun ke belakang, profesi ini kian naik disebabkan oleh semakin masifnya penggunaan teknologi. Semakin tahun, pengguna smartphone hingga media sosial kian membludak. Selain itu, adanya fitur iklan, adsense, hingga endorsement membuat content creator terbilang mudah menghasilkan uang dalam jumlah yang banyak.
Membahas tentang content creator tentu tidak akan terlepas dari adanya perubahan konsumsi informasi yang dilakukan oleh masyarakat. Dulu, masyarakat hanya bisa mengakses informasi yang dapat dipastikan validitasnya di televisi, koran dan majalah. Namun sekarang, dengan masifnya perubahan teknologi dan adanya kemunculan content creator, masyarakat kini berubah. Saat ini, masyarakat tinggal membuka berbagai aplikasi media sosial untuk mendapatkan informasi dengan menonton video ter-update dari akun manapun.
Apakah hal tersebut selamanya positif? Tentu tidak.
Apakah hal tersebut berpengaruh pada dunia jurnalistik? Tentu iya.
Yang Dulu Semakin Luruh
Sebagai ilmu yang berfokus pada penyampaian informasi kepada khalayak, jurnalistik tentu sangat bersinggungan dengan fenomena content creator. Hal ini terbukti dari data oleh Pusparisa (2021) tentang menurunnya penggunan media konvensional.