Kehadiran new media yang membawa kemudahan, kecepatan, dan interaktivitas bagi pengguna, semakin hari semakin digandrungi oleh masyarakat. Hal ini pun menimbulkan beberapa perubahan pada media itu sendiri khususnya dari media konvensional.
Media cetak konvensional perlahan mulai ditinggalkan. Kini, masyarakat mulai beralih pada media sosial sebagai salah satu new media penyebar informasi yang mengandalkan kemudahan dan kecepatan akses. Hal ini didukung oleh survei dari Katadata Insight Center (dalam Pusparisa, 2020) yang menunjukkan bahwa sebesar 76% responden di Indonesia memilih media sosial sebagai sumber informasi mereka. Salah satu penyebabnya karena penyajian informasinya yang bersifat inovatif dan interaktif.
Selain itu, media sosial pun memungkinkan adanya komunikasi dua arah yang membuat publik dapat menyalurkan kritik serta memungkinkan adanya partisipasi yang kreatif di manapun dan kapanpun (Siahaan, dkk, 2021). Artinya, publik sekarang menjadi lebih aktif dan bisa memberikan pendapatnya secara langsung terhadap isu yang sedang berkembang di media. Dengan begitu, media sosial dapat disebut lebih dari hanya sekadar aplikasi di dalam gawai.
Transformasi Preferensi Format Konten
Seiring dengan bertambahnya pilihan media sebagai sumber informasi, terdapat pula pergeseran preferensi format konten oleh masyarakat. Pada era sebelumnya, masyarakat banyak mengakses informasi dari media cetak konvensional. Akan tetapi, kini masyarakat mulai bergeser ke format online dan berbasis audio-visual.
Salah satu generasi publik yang menyukai format online dan audio visual ini adalah generasi muda. Menurut Brown (dalam Kasih, 2021), generasi muda atau yang biasanya lebih dikenal dengan istilah gen Z lebih menyukai konten dalam bentuk visual dibandingkan tulisan. Hal ini tentunya sangat menarik karena populasi gen Z di Indonesia adalah yang terbanyak dibanding generasi-generasi lainnya. Hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia didominasi generasi Z yakni sebanyak 74,93 juta atau 27,94% dari total populasi penduduk (BPS dalam Jayani, 2021).
Tiktok, Media Sosial bak Pedang Bermata Dua
Salah satu media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah Tiktok. Benar saja, selama 2-3 tahun ini, Tiktok mendapat predikat sebagai merek media sosial dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Menurut Dihni (2022), perkembangannya mencapai 215% secara tahunan. Peningkatan pengguna Tiktok secara global ini menandakan kecintaan masyarakat akan konten visual. Karakteristik Tiktok yang menyajikan informasi dalam bentuk video pendek serta algoritma yang dipersonalisasi juga menjadi nilai tambah dari Tiktok.
Berdasarkan survei Business of Apps (dalam Santika, 2023), pengguna rata-rata aplikasi Tiktok di dunia adalah anak muda dengan rentang usia 18-24 tahun dengan persentase sebesar 34,9%. Jika dikaitkan dengan konteks Indonesia, rentang usia ini adalah generasi Z yang jumlah populasinya paling besar sekarang. Alhasil, dapat disimpulkan bahwa anak muda adalah kelompok yang paling berpotensi besar terpapar informasi dari Tiktok.
Sayangnya, tidak semua informasi yang tersedia di Tiktok bersifat benar adanya sesuai data dan fakta. Tiktok diketahui sebagai sosial media yang memungkinkan semua pengguna mengunggah videonya secara publik. Akan tetapi, hal ini akhirnya menghadirkan kesulitan dalam menentukan sumber informasi mana yang kredibel. Masyarakat pun cenderung menggunakan parameter "viral" sebagai informasi yang benar.
Media-media mainstream seperti TvOne, Metro TV, Kompas TV, dan media lainnya pun sudah bergabung dengan TikTok sekarang. Akan tetapi, kehadiran mereka di platform tersebut tidak cukup mengatasi besarnya potensi hoax yang mungkin diterima oleh masyarakat. Hal ini pun didukung oleh laporan dari pengawas media NewsGuard (dalam Rizal dan Galih, 2022) yang mengungkapkan bahwa Tiktok menjadi sarang misinformasi.