Lihat ke Halaman Asli

Terorisme Mengatasnamakan Agama yang Bertentangan dengan Sila Pertama Pancasila

Diperbarui: 29 November 2018   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Kejadian terorisme di Indonesia telah terhitung banyak terjadi, bahkan terdapat beberapa kejadian yang membekas hingga sekarang. Hal ini kerap kali menjadi momok dan meresahkan bagi masyarakat, apalagi baru-baru ini tengah mencuat isu keagamaan di negeri ini yang menjadi suatu permasalahan baru. Praktek terorisme yang mengatasnamakan agama jelas suatu hal yang bertentangan dengan sila pertama Pancasila. Namun apa yang menjadi penyebab terorisme membawa atau mengatasnamakan agama? Dan apa sikap atau posisi pemerintah dalam mengahadapinya? Tulisan ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara singkat.

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berikut kutipan dari Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pasal 3 menyatakan "Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu", jadi dapat disimpulkan bahwa terorisme adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap HAM dan melanggar salah satu hak asasi manusia yang utama, yaitu hak hidup. Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama. Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara. Orang yang melakukan terorisme biasanya menganggap ia adalah pahlawan bila dapat menghilangkan orang yang berbeda dengan 'agama'nya.

Contoh dari terorisme yang mengatasnamakan agama ialah Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober tahun 2002. Sebenarnya anggapan tentang penyebab bom ini dapat berbeda-beda. Menurut Ali Imron, pelaku bom Bali I tahun 2002, latar utama pemboman di Bali tergabung dalam Darul Islam penerus dari Negara Islam Indonesia (NII). Namun di tahun 2002 mereka berganti nama menjadi Jamaah Islamiah (JI). Biasanya otak aksi teror di Indonesia memiliki 2 niatan. Yang pertama ialah teroris ingin menegakkan agama Islam seutuhnya di Indonesia. Kedua, ingin merealisasikan jihad (menurut pandangan Islam, jihad adalah meninggal karena membela agama) dalam arti perang.

Pendapat saya tentang kejadian terorisme yang terjadi, yaitu dalam bahasan ini adalah tragedi bom Bali I, adalah prihatin atas kejadian yang mengenaskan. Tindakan siapa saja yang melakukan terorisme merupakan tindakan yang kejam dan tidak dibenarkan dalam agama apapun.

Menurut saya, akar persoalan dari terorisme sebenarnya sepele tapi bila sudah tertanam kebencian dan dorongan dari pihak yang salah maka akan menjadikan hal sepele itu menjadi api dalam sekam. Ditambah ketika tindakan terorisme itu malah menjadi tujuan untuk melakukan "perbuatan yang mulia" (sebenarnya suatu anggapan yang salah total karena tidak mungkin ada perbuatan mulia yang dilakukan dengan penghilangan nyawa orang lain).

Terorisme tidak dapat benar-benar diberantas, namun dapat dilakukan tindakan preventif dan represif terjadinya terorisme. Tindakan preventif dengan cara pemerintah didukung oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat tidak boleh terpengaruh paham terorisme melainkan harus memberantas pola pikir terorisme, terutama pada kalangan muda, dalam bidang pendidikan, hal itu dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar serta dengan cara memperkuat pertahanan negara sehingga negara aman dari serangan terorisme. Tindakan represif yang dapat dilakukan bila terorisme telah terjadi adalah dengan cara negara bertanggungjawab pada rakyat dan memberi bantuan bagi rakyat yang menjadi korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline