Ilmu dan akhlak adalah dua faktor penting untuk membentuk karakter dan pribadi seseorang, terutama bagi para santri yang memang kehidupannya banyak diisi dengan belajar ilmu agama, serta ilmu umum lainnya.
Para santri diharapkan dapat memahami semua pelajaran yang mereka dapatkan di pesantren, baik mengenai pelajaran agama, sains, bahasa, maupun sosial. Diantara semua pelajaran itu, nahwu shorof adalah pelajaran yang paling susah menurut kebanyakan santri, padahal pelajaran ini sangat menarik dan mudah dipahami oleh santri.
Ketika pembelajaran nahwu shorof sedang berlangsung biasanya para santri sering mengeluh. Entah merasa pusing, sakit perut, dan sebagainya. Kebanyakan santri pun lebih memilih untuk tidur dan mengerjakan pekerjaan lain dari pada memperhatikan guru mengajar dan memilih alpa ketika setoran nadzoman.
Para santri merasa kesulitan ketika belajar dua hal tadi karena mereka diharuskan untuk menghafal banyak nadzom ber bahasa arab yang terkadang mereka pun tak paham dengan apa yang mereka hafal. Ditambah lagi dengan kitab-kitab berbahasa arab yang menemani mereka dalam pembelajaran nahwu shorof, maka semakin hilanglah niat mereka dalam mendalami dua ilmu tersebut.
Banyak cara yang bisa dilakukan para santri untuk mempermudah pembelajaran nahwu shorof ,seperti mencari kitab yang cocok, menggunakan metode yang membuat kita nyaman, dan sebagainya. Semua itu bisa dicoba para santri supaya pembelajran nahwu shorof bisa menjadi mudah dan menyenangkan. Pastinya semua tidak bisa dilakukan tanpa niat yang jelas dan hati yang ikhlas.
Salah satu mahasiswi KKN-T 27 Mandiri Universitas Nurul Huda ( UNUHA ) mengajar pada ilmu nahwu yakni pada tingkat Alfiyah ibnu malik. kitab nadhom Alfiah Ibnu Malik ( ) maha karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Alandalusy boleh dibilang satu diantara yang monumental, membahas tentang Kaidah-kaidah ilmu Nahwu (sintaksis) dan Sharaf (morfologi).
Tak hanya nahwu dan Sharaf yang dibahas dalam kitab Alfiyah ibnu malik tapi ada sebagian nadzomnya yang membahas tentang cinta.
Cinta umumnya dimaknai bahagianya hati saat bersama dengan objek yang dicinta. Jadi cinta adalah bentuk kata yang musytaq tidak jamid. Dalam khazanah sastra, banyak sekali syair cinta, seperti dalam "Syair Laila Majnun" yang dijadikan referensi dalam melancarkan rayuan gombal, namun sedikit sekali yang mengambil pelajaran cinta dalam kaidah-kaidah nahwu, semisal yang termaktub dalam Nadzom Alfiah Ibnu Malik.
Bait-bait cinta yang penuh makna dalam nadzom kitab Alfiyah Ibnu Malik memang sungguh luar biasa. Nadzom Alfiyah yang sudah tidak asing di telinga para santri salaf maupun santri milenial ini, tidak hanya menyajikan ilmu terkait gramatika arab semata melainkan juga penuh dengan pesan moral, salah satunya tentang kehidupan percintaan.
"Apakah aku harus seperti Ibnu Malik yang menulis 1002 syair nahwu agar orang paham Al-qur'an dan hadits? Dan aku menulis 1000 syair cinta agar kamu paham hati dan perasaanku?
"Bukankah cintaku padamu, persis apa yang dikatakan Ibnu Malik: sebuah ungkapan kata yang berguna untukku danjuga untukmu, seperti arti kata yang akan tegak berdiri tak ada mampu yang merobohkannya."
"Aku ingin engkau menjadi khobarku yang menutupi semua kekuranganku, karena memang itu khobar di ciptakan untuk mubtada' yang Ibnu Malik katakan aku yakin kamu pasti bisa karena ".
"Walaupun Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku tak akan menduakanmu apalagi mentigakanmu, aku ingin engkau menjadi khobar tunggalku dan tak akan pernah terganti."
Menghafal Kitab Alfiyyah Ibnu Malik ( ) dan memahami isinya, memiliki banyak manfaat, diantaranya bisa berbahasa Arab secara baik dan benar. Bisa memahami Al-Qur'an, hadits, dan kitab-kitab lain yang berbahasa Arab. Bahkan kalau ada orang yang membaca Al-Qur'an atau kitab-kitab berbahasa Arab dan salah, ia bisa spontan tahu letak kesalahannya.