Essi 228 -- Zhang Ling di Wenling A Road Warrior?
Tri Budhi Sastrio
Manusia dikenal sebagai mahluk yang dapat
melakukan apa saja,
Walau pada saat yang sama harus diakui bisa
juga kebalikannya.
Yang dibayangkan sangat mudah eh ... malah
jadi sulit tak terkira.
Kadang yang sangat sulit malah dilakukan amat
sangat mudahnya.
Ini mahluk yang ketergantungan dan
keterbatasannya luar biasa,
Tapi pada saat yang sama imajinasi serta bakat
kemampuannya
Dapat lampaui apa saja, bahkan semesta tak
bisa mengurungnya.
Lihatlah contoh yang dilakukan oleh Zhang Ling
di Wenling, Cina.
Keteguhan harinya benar-benar tak
terbayangkan dan luar biasa,
Apalagi semua dilakukan di Cina yang masih
komunis ideologinya.
Di negeri yang berideologi komunis, sejauh
sejarah mencatatnya,
Belum pernah ada yang namanya negara kalah
melawan warganya.
Yang banyak menjadi berita pada media jelas
adalah kebalikannya.
Kepentingan negara di atas segala-galanya
sedangkan para warga
Harus siap mengalah kapan saja ... manakala
kepentingan negara
Menghendakinya, warga menjadi nomer dua,
bukan prioritas utama.
Karenanya menjadi amat sangat luar biasa kala
seorang warga Cina
Dengan gagah berani menolak serta menantang
keputusan negara.
Di Indonesia kejadian seperti ini amatlah lumrah
dan sangatlah biasa.
Warga atau sekelompok warga berdiri tegak dan
menantang negara.
Persoalan tanah seringkali menjadi pemicu
utama perlawanan warga.
Jika satu institusi entah atas nama sendiri entah
atas nama penguasa
Berani-berani menggusur satu area tempat
warga sudah lama di sana,
Maka perlawanan keras dan sengit, jelas akan
terlihat di mana-mana.
Bahkan ketika otoritas penguasa menggunakan
aparatur bersenjata,
Warga tak pernah gentar menghadapinya nyawa
siap jadi taruhannya.
Lahan jelas segala-galanya bagi mereka, tanpa
lahan bagaimana bisa
Menghidupi keluarga, membina masa depan
sejahtera, hidup bahagia
Seperti yang dijanjikan oleh para pendiri negara
dalam konstitusinya?
Lahan serta rumah, apa pun statusnya, pantas
dibela taruhan nyawa.
Karena ini masa depan, karena ini menyangkut
mati hidup keluarga.
Jadi jika ada rumah atau bangunan kokoh berdiri
di tengah marga,
Ini benar-benar hal yang biasa karena warga
pertahankan miliknya,
Sementara negara berkeras membangun sarana
tepat melewatinya.
Manakala kesepakatan ganti untung gagat
mencapai titik temunya,
Maka begitulah jadinya, jalan mulus dan lebar
sudah hampir purna,
Tapi di satu titik di tengah jalan berdiri kokoh
bangunan milik warga.
Memang kondisi ini menjengkelkan bagi para
pengguna jalan raya,
Eh, enak-enak melaju kencang di jalan raya
mulus, berhenti jadinya
Karena jalan macet menyempit ... ada rumah di
tengah jalan raya.
Jelas akan banyak yang menggerutu tetapi apa
yang hendak dikata,
Inilah arti dan makna hak seorang warga yang
dilindungi uu negara.
Tapi ini semua terjadi di negeri demokrasi yang
dasarnya pancasila,
Hak asasi manusia dijunjung tinggi, walau
kadang itu cuma katanya,
Jadi negara memang tidak bisa semena-mena
menggusur warganya.
Lalu bagaimana jika hal yang sama terjadi di
Cina yang ideologinya
Sampai sekarang tampaknya tidak juga berubah
komunis namanya?
Yah ... pastilah hebat luar biasa. karena
nyatanya ada warga biasa
Dengan gagah berani menantang negara walau
jelas dah tujuannya.
Silahkan bayangkan kejadian dengan memulai
dari gambar utama.
Sebuah bangunan -- modern ya - bergaya
apartemen berlantai lima,
Ada banyak penghuni ada banyak keluarga
tinggal menetap di sana,
Dua deret di antaranya, mulai dari lantai eka
sampai ke lantai lima,
Tampak dikuasai oleh satu keluarga, tentu
banyak juga kerabatnya.
Kehidupan tenang, damai serta semua penghuni
terus asyik bekerja
Sampai pada suatu ketika negara memutuskan
membangun sarana,
Jalan raya namanya, empat jalur besar
lebarnya, dan ... lintasannya?
Tepat menerjang apartemen berlantai lima yang
semula tenang saja.
Walau komunis ideologinya tapi amat liberal
dalam gerak langkahnya,
Buktinya investor masuk berlomba-lomba dan
lapangan kerja terbuka,
Hampir semua tenaga kerja bisa diserap industri
negara atau swasta,
Pemerintah Cina tampaknya sangat menghargai
hak milik warganya,
Ini terbukti dilakukannya negosiasi untuk
membebaskan lahan warga.
Jual beli terjadi, dan proyek jalan dapat
dilaksanakan dengan segera.
Semua warga rela menjual serta menerima ganti
untung dari negara.
Mereka sudah pindah ... mungkin ke apartemen
yang lebih istimewa,
Kecuali Zhang Lin yang bersikeras negara amat
rendah tawarannya.
Titik temu tak tercapai, proyek jalan terus
berjalan nyaris sempurna,
Kecuali ... tepat pada dua deret bangunan
apartemen berlantai lima,
Dicat kuning lembut dengan garis pintu jendela
diwarna coklat muda,
Sementara tirai hijau muda di balik jendela,
seakan pantulkan nada,
Kami tidak akan pindah merelakan ini bangunan
menjadi jalan raya
Selama negara tak mau membayar kami dengan
harga sepantasnya.
Dan akhirnya jadilah semuanya, dua deret
apartemen berlantai lima
Tegak menantang persis di tengah jalan raya
lebar, empat jalurnya.
Ini terjadi di Cina yang sampai sekarang masih
komunis ideologinya.
Konon jalan memang belum dibuka dan ketika
Zhang Lin itu ditanya,
Lho jika nanti sudah dibuka bagaimana, kan
tidak nyaman rasanya,
Punya rumah tepat persis di tengah jalan raya,
dengan ringan ini pria
Yang usianya tak lagi muda dan lewat paro baya
menjawab gembira,
Saya tidak pindah karena negara belum
tawarkan kompensasi dana
Yang patut, layak serta memadai, nanti jika jalan
raya sudah dibuka
Akan jadikan lantai dasar sebagai restoran
drive-through pertama
Yang ada di tengah jalan raya dan yakin inilah
yang pertama di Cina.
Yang tak mau membeli ya lewat saja di depan
belakang rumah saya
Yang mau membeli boleh masuk ke rumah
lengkap dengan mobilnya.
Ha ... ha ... ha ... pria ini ada benarnya, semoga
negara tak tergoda
Menggunakan otoritas dan kuasa membungkam
pria setengah baya
Sehingga ada contoh bagi pemerintah Indonesia
yang berpancasila
Hendaknya tidak menggunakan kekuatan
negara untuk gusur warga.
Jika negara komunis terbukti bisa, lalu apa alasan negara pancasila
Tak bisa melakukan hal yang sama menghargai hak-hak warganya?
Trafo di gardu ada fungsinya, atur distribusi
listrik ke semua area.
Bravo Zhang Ling dari Cina, pria nyentrik berani
dari negeri panda.
Essi 228 -- POZ23112012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H