Hosabi versi Kasidi 37 -- Mengundang dan Diundang
Tuhan sering mengundang dan sering diundang. Dalam kondisi seperti inilah tidak jarang Tuhan memberi nasehat dan perintah, baik bagi para murid yang ikut serta datang maupun pada pihak tuan rumah yang mengundang. Luar biasanya nasehat yang berkaitan dengan undang-mengundang ini tidak hanya revolusioner dan provokatif tetapi juga sangat sulit dilaksanakan, kata Kasidi nyaris tidak bisa dilaksanakan, dan sebagai akibatnya para murid, murid yang dulu dan murid yang sekarang, ramai-ramai melanggar perintah dalam Sabda Tuhan ini. Tahu perintahnya tetapi tetap saja melanggar ramai-ramai. Paham perintahnya, yang memang sederhana, bersahaja dan jelas itu, tetapi ya tetap saja tidak bisa melaksanakan. Luar biasa, bukan, tetapi itulah Tuhan.
"Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar."
Nasehat ini provokatif tidak? Sangat provokatif. Perintah ini revolusioner tidak? Luar biasa revolusionernya. Sabda ini sulit tidak? Hampir mustahil dilakukan. Memang ada yang bisa melakukan dan mungkin telah dilakukan sesuai dengan Sabda ini tetapi jumlahnya pasti sangat sedikit. Yang banyak, yang mayoritas, adalah yang melanggar.
Lha untuk apa mereka yang kaya yang mengadakan jamuan makan siang atau makan malam juga ikut diundang orang miskin, orang cacat, orang lumpuh, orang buta, orang hina yang lain, ke dalam jamuan mereka? Mana ada orang kaya melakukan itu. Satu karena itu tidak rasional, dan dua karena tidak logis. Si pengundang pasti takut dianggap orang yang tidak waras, padahal bukankah sabda ini sangat rasional, sangat logis, dan sangat waras jika diperhatikan konsekwensi atau akibat keilahiannnya jika berani dilakukan? Itulah gambaran kita saat ini, kita yang adalah jagoan melanggar larangan Tuhan, kita yang takut dianggap tidak waras jika melakukan ini. Yang dimaksud dengan sebutan 'kita' di sini adalah orang yang mampu melakukan jamuan makan siang atau jamuan makan malam. Untuk yang merasa tidak bisa, ya sudah tenang saja, kata Kasidi.
Mungkin karena alasan inilah mengapa Sabda Tuhan yang luar biasa ini jarang sekali digunakan dalam renungan-renungan, dalam kesaksian-kesaksian, bahkan juga dalam homili-homili, dan karena alasan itulah Hosabi versi Kasidi yang ini dinaikkan ke angkasa raya, digelegarkan bahananya dari barat ke timur dari utara ke Selatan, agar mereka yang terbiasa ngawur, sok tahu dan bodoh, serta sering berlagak tuli, mulai menyadari bahwa Sabda yang provokatif revolusioner, penuh paradoks metaforik ini ada.
Sabda ini ada dan akan terus ada. Sabda ini benar, abadi dan mengikat semua orang temasuk juga yang terbiasa ngawur sok tahu dan bodoh, serta yang sering berlagak tuli. (sda/tbs-29052024-hvk37-087853451949)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H