Essi 213 -- Biduk Berlalu Kiambang Bertaut
Tri Budhi Sastrio
Senin, 15 Oktober 2012 puncak hiruk pikuk pilkada
di DKI usai dan purna,
Hanya saja kerja tunaikan janji justru baru akan
dimulai keesokan harinya.
Ada banyak janji, beberapa di antaranya jelas logis
dan pastilah bisa nyata,
Tapi banyak juga di antaranya yang memerlukan
banyak waktu dan usaha,
Itu pun belum tentu tuntas apalagi purna, ada
segudang masalah di Jakarta,
Yang satu purna yang lain datang tiba menyapa,
laksana ombak samudera,
Datang susul menyusul tak berkesudahan, bergelora
terus sepanjang masa.
Sukses pasti ada, hanya saja pasti tetap banyak
yang akan terus bertanya,
Mengapa begini, mengapa begitu, kok begitu dan
tidak begini, tak putusnya.
Dan ini tentu saja biasa, memangnya ada pemimpin
yang tak pernah ditanya,
Betapa pun hebat dan suksesnya dia? Ditanya pasti,
diprotes jelas, dan jika
Hanya ditanya, maka ini benar-benar hal yang
biasa ... bahkan sangat biasa.
Kerja memang belum dimulai, tetapi sebuah fenomena
tiba-tiba begitu saja
Disuguhkan media ke seluruh nusantara karena
memang belum pernah ada,
Pelantikan gubernur begitu meriah, tumpah ruah
puluhan ribu warga Jakarta,
Mendukung dan mengawal ... nah, jika begini besar
dukungan kawalannya,
Bagaimana bisa program kerja mereka tak akan
sukses, berhasil dan purna?
Diawali sebuah fenomena, dilanjutkan dengan kerja,
dan semuanya gembira.
Karena memang sudah bukan rahasia, jika ada
kelompok banyak jumlahnya,
Biasanya bisa melakukan apa saja, termasuk
melanggar hukum dan norma.
Nah ... agar ini kelompok yang biasanya suka
mengacau gunakan atas nama
Tidak terus menerus mengganggu program kerja,
ada cara yang sederhana
Guna menanggulanginya yaitu dengan tunjukkan
saja pada mereka bahwa
Ini program kerja juga banyak pendukungnya
karena memang untuk mereka.
Nah, biasanya kelompok pengacau seperti ini akan
mundur dengan sendirinya,
Karena mereka biasanya berani bukan karena
prinsipnya, tetapi jumlahnya.
Jumlah seimbang saja biasanya melipat ekor,
apalagi jika jelas dibawahnya,
Yah ... masuk kandang tak berani mentang-mentang
apalagi langgar norma.
Jika pengacau sudah tenang di kandangnya, bekerja
enak dan tenang jadinya
Sementara itu dalam sambutannya, menteri dalam
negeri segarkan suasana
Dengan mengutip kata-kata bijak dari Padang sana,
dan semuanya tertawa.
Mengapa dari Padang yang di Sumatera, mengapa
bukan Betawi di Jakarta?
Tetapi tidak apa, karena biduk berlalu kiambang bertaut
eh ... ya sarat makna.
Setelah usai semua hiruk pikuk gegap gempita,
gesekan antar sesama warga
Berlalu sudah dengan upacara pelantikan di sidang
DPRD paripurna istimewa,
Maka semua semangat, talenta, potensi serta daya
ya dukung gubernur mereka.
Karena kalau tidak berani satukan tekad rukunkan
diri dengan sesama warga,
Program apa saja besar hambatannya, tersendat
jalannya, dan gagal akhirnya.
Biduk berlalu kiambang bertaut ... hiruk pikuk
merunduk, kumbang turut tertawa.
Dan banyak rencana pasti berjalan mulus karena
didukung semua rakyat jelata.
Kata bijak yang dikutip mendagri dari tanah
kelahirannya tentu ada kisahnya.
Konon seorang pahlawan, Mat Kilau namanya, ketika
uzur sakit karena tua,
Didatangi sang guru silat Anak Gayong, berlima
dengan teman-temannya.
Setelah basa-basi dan ungkapan prihatin, sang
pahlawan ingin jadi pemirsa,
Melihat dengan mata kepala bagaimana silat Anak
Gayong di dalam realita.
Singkat cerita, silat dimainkan dan sang pahlawan
konon menitikkan air mata,
Lalu berkata -- Gayong bertaut kata bersahut -- ini
menjadi sampiran pantunnya.
Biduk berlalu kiambang bertaut - menjadi isi
lanjutannya ... dan tentang makna,
Tentunya tidak berbeda jauh dengan apa yang telah
disampaikan sebelumnya,
Manakala pesta telah usai, maka kerja segera
dimulai, inilah inti moral cerita,
Manakala pilkada telah selesai, maka warga Jakarta
kembali erat bersatu jiwa
Lanjutkan program yang belum selesai, merancang
program baru penuh guna,
Agar rakyat sejahtera, atau paling tidak semakin
banyak rasakan manfaatnya.
Selamat datang di Jakarta sarat makna untuk dua
pendatang baru di ibukota.
Ya sambutan ... ya tantangan ... hanya saja
tantangan paling berat biasanya
Tidak datang dari warga ibukota tetapi justru bisa
dari partai pengusung mereka.
Tanpa partai tentu sulit bagi mereka berdua untuk
ikut pilkada, apalagi berjaya,
Tetapi justru di sini kadangkala tercipta segala
macam biang kerok masalahnya.
Karena merasa amat banyak berjasa, jadi biasa
selalu ada banyak tuntutannya.
Yang celaka kalau ketua partai yang menjadi
prakarsa, wah ... runyam jadinya.
Karenanya betapa akan berbahagianya jika pucuk
pimpinan PDIP dan Gerindra,
Jauh-jauh hari dengan tegas berikan maklumat pada
siapa saja kader partainya,
Tugas partai telah selesai purna, mulai sekarang
biarkan mereka berdua bekerja,
Jalankan program, tunaikan janji, sejahterakan warga,
jadi jangan ganggu mereka,
Apalagi dengan kasuk-kusuk pat gulipat untuk ikut
menikmati otoritas dan kuasa.
Biar mereka berdua yang tentukan siapa dan apa
posisinya, jangan main paksa.
Jangan buat hati gembira yang mau laksanakan
tugas mulia sejahterakan warga,
Tiba-tiba galau, resah, dan kuciwa hanya karena
para kecoa mau ikut berkuasa.
Ayo ... yang sandang nama penuh wibawa atau
yang berarak di atas langit sana,
Kalian berdua segera bertitah, pertegas dan pertegas
kembali pada siapa saja,
Tidak boleh ada gangguan dan ancaman justru dari
partai pengusung mereka.
Kalau ini bisa ... wah, separuh dari program mereka
anggap sudah sempurna.
Perilaku korupsi mungkin akan terus ada karena
masalah akhlak moral semata,
Tetapi bisa juga karena memang biaya pilkada
yang besarannya amat luar biasa.
Wihok telah buktikan biaya bisa seadanya khususnya
bila rakyat mendukungnya.
Lalu jika partai juga menerima sewajarnya dari
pendapatan sah para kadernya,
Mungkin salah satu sumber korupsi sirna pralaya
sendirinya sehingga fugas KPK
Akan semakin ringan, dan konsetrasi dapat
diarahkan ke para penguasa lainnya,
Tidak melulu kepala daerah yang memang korupsinya
merebak di mana-mana.
Partai harus mengubah citra, dari pemeras dan
perompak bagi para kadernya,
Menjadi lembaga pengayom yang menyejukkan
karena tak ada permainan hina,
Memeras dana, menuntut pembagian proyek serta
kuasa, yang ada dan tersisa
Peran wajar yang amat mulia, mendukung para
kader sejahterakan semua warga.
Ayo kalian berdua pasti bisa ... lalu berikutnya akan
diteladani oleh partai lainnya.
Selamat datang selamat bekerja, dengan dukungan
rakyat seluruhnya, semua bisa.
Sejahterakan mereka, tunaikan janji dengan bekerja,
dan semua senyum gembira.
Pukul beduk bentalu-talu, kota Rembang di dekat laut ...
ha ... ha ... ha ... tertawa
Kala biduk telah berlalu, maka kiambang pasti bertaut ...
ha ... ha ... ha ... gembira
Rembang petang tanda senja, langit pun merah jingga ...
ha ... ha ... ha ... bercanda
Selamat datang dan selamat bekerja, semua gembira ...
ha ... ha ... ha ... suka ria.
Essi nomor 213 -- POZ15102012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H