Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Essi Nomor 213: Biduk Berlalu Kiambang Bertaut

Diperbarui: 6 Mei 2021   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://sangpemadam.blogspot.com/2015/11/biduk-lalu-kiambang-bertaut.html

Essi 213 -- Biduk Berlalu Kiambang Bertaut
Tri Budhi Sastrio

Senin, 15 Oktober 2012 puncak hiruk pikuk pilkada
     di DKI usai dan purna,
Hanya saja kerja tunaikan janji justru baru akan
     dimulai keesokan harinya.
Ada banyak janji, beberapa di antaranya jelas logis
     dan pastilah bisa nyata,
Tapi banyak juga di antaranya yang memerlukan
     banyak waktu dan usaha,
Itu pun belum tentu tuntas apalagi purna, ada
     segudang masalah di Jakarta,
Yang satu purna yang lain datang tiba menyapa,
     laksana ombak samudera,
Datang susul menyusul tak berkesudahan, bergelora
     terus sepanjang masa.
Sukses pasti ada, hanya saja pasti tetap banyak
     yang akan terus bertanya,
Mengapa begini, mengapa begitu, kok begitu dan
     tidak begini, tak putusnya.
Dan ini tentu saja biasa, memangnya ada pemimpin
     yang tak pernah ditanya,
Betapa pun hebat dan suksesnya dia? Ditanya pasti,
          diprotes jelas, dan jika
Hanya ditanya, maka ini benar-benar hal yang
biasa ... bahkan sangat biasa.
Kerja memang belum dimulai, tetapi sebuah fenomena
     tiba-tiba begitu saja
Disuguhkan media ke seluruh nusantara karena
     memang belum pernah ada,
Pelantikan gubernur begitu meriah, tumpah ruah
     puluhan ribu warga Jakarta,
Mendukung dan mengawal ... nah, jika begini besar
     dukungan kawalannya,
Bagaimana bisa program kerja mereka tak akan
     sukses, berhasil dan purna?
Diawali sebuah fenomena, dilanjutkan dengan kerja,
     dan semuanya gembira.  
Karena memang sudah bukan rahasia, jika ada
     kelompok banyak jumlahnya,
Biasanya bisa melakukan apa saja, termasuk
     melanggar hukum dan norma.
Nah ... agar ini kelompok yang biasanya suka
     mengacau gunakan atas nama
Tidak terus menerus mengganggu program kerja,
     ada cara yang sederhana
Guna menanggulanginya yaitu dengan tunjukkan
     saja pada mereka bahwa
Ini program kerja juga banyak pendukungnya
     karena memang untuk mereka.
Nah, biasanya kelompok pengacau seperti ini akan
     mundur dengan sendirinya,
Karena mereka biasanya berani bukan karena
     prinsipnya, tetapi jumlahnya.
Jumlah seimbang saja biasanya melipat ekor,
     apalagi jika jelas dibawahnya,
Yah ... masuk kandang tak berani mentang-mentang
     apalagi langgar norma.
Jika pengacau sudah tenang di kandangnya, bekerja
     enak dan tenang jadinya    
 
Sementara itu dalam sambutannya, menteri dalam
     negeri segarkan suasana
Dengan mengutip kata-kata bijak dari Padang sana,
     dan semuanya tertawa.
Mengapa dari Padang yang di Sumatera, mengapa
     bukan Betawi di Jakarta?
Tetapi tidak apa, karena biduk berlalu kiambang bertaut
     eh ... ya sarat makna.
Setelah usai semua hiruk pikuk gegap gempita,
     gesekan antar sesama warga
Berlalu sudah dengan upacara pelantikan di sidang
     DPRD paripurna istimewa,
Maka semua semangat, talenta, potensi serta daya
     ya dukung gubernur mereka.
Karena kalau tidak berani satukan tekad rukunkan
     diri dengan sesama warga,
Program apa saja besar hambatannya, tersendat
     jalannya, dan gagal akhirnya.
Biduk berlalu kiambang bertaut ... hiruk pikuk
     merunduk, kumbang turut tertawa.
Dan banyak rencana pasti berjalan mulus karena
     didukung semua rakyat jelata.  

Kata bijak yang dikutip mendagri dari tanah
     kelahirannya tentu ada kisahnya.
Konon seorang pahlawan, Mat Kilau namanya, ketika
     uzur sakit karena tua,
Didatangi sang guru silat Anak Gayong, berlima
     dengan teman-temannya.
Setelah basa-basi dan ungkapan prihatin, sang
    pahlawan ingin jadi pemirsa,
Melihat dengan mata kepala bagaimana silat Anak
     Gayong di dalam realita.
Singkat cerita, silat dimainkan dan sang pahlawan
     konon menitikkan air mata,
Lalu berkata -- Gayong bertaut kata bersahut -- ini
     menjadi sampiran pantunnya.
Biduk berlalu kiambang bertaut -  menjadi isi
     lanjutannya ... dan tentang makna,
Tentunya tidak berbeda jauh dengan apa yang telah
     disampaikan sebelumnya,
Manakala pesta telah usai, maka kerja segera
     dimulai, inilah inti moral cerita,
Manakala pilkada telah selesai, maka warga Jakarta
     kembali erat bersatu jiwa
Lanjutkan program yang belum selesai, merancang
     program baru penuh guna,
Agar rakyat sejahtera, atau paling tidak semakin
     banyak rasakan manfaatnya.

Selamat datang di Jakarta sarat makna untuk dua
     pendatang baru di ibukota.
Ya sambutan ... ya tantangan ... hanya saja
     tantangan paling berat biasanya
Tidak datang dari warga ibukota tetapi justru bisa
     dari partai pengusung mereka.
Tanpa partai tentu sulit bagi mereka berdua untuk
     ikut pilkada, apalagi berjaya,
Tetapi justru di sini kadangkala tercipta segala
     macam biang kerok masalahnya.
Karena merasa amat banyak berjasa, jadi biasa
     selalu ada banyak tuntutannya.
Yang celaka kalau ketua partai yang menjadi
     prakarsa, wah ... runyam jadinya.
Karenanya betapa akan berbahagianya jika pucuk
     pimpinan PDIP dan Gerindra,
Jauh-jauh hari dengan tegas berikan maklumat pada
     siapa saja kader partainya,
Tugas partai telah selesai purna, mulai sekarang
     biarkan mereka berdua bekerja,
Jalankan program, tunaikan janji, sejahterakan warga,
     jadi jangan ganggu mereka,
Apalagi dengan kasuk-kusuk pat gulipat untuk ikut
     menikmati otoritas dan kuasa.
Biar mereka berdua yang tentukan siapa dan apa
     posisinya, jangan main paksa.
Jangan buat hati gembira yang mau laksanakan
     tugas mulia sejahterakan warga,
Tiba-tiba galau, resah, dan kuciwa hanya karena
     para kecoa mau ikut berkuasa.
Ayo ... yang sandang nama penuh wibawa atau
     yang berarak di atas langit sana,
Kalian berdua segera bertitah, pertegas dan pertegas
     kembali pada siapa saja,
Tidak boleh ada gangguan dan ancaman justru dari
     partai pengusung mereka.
Kalau ini bisa ... wah, separuh dari program mereka
      anggap sudah sempurna.

Perilaku korupsi mungkin akan terus ada karena
     masalah akhlak moral semata,
Tetapi bisa juga karena memang biaya pilkada
     yang besarannya amat luar biasa.
Wihok telah buktikan biaya bisa seadanya khususnya
     bila rakyat mendukungnya.
Lalu jika partai juga menerima sewajarnya dari
     pendapatan sah para kadernya,
Mungkin salah satu sumber korupsi sirna pralaya
     sendirinya sehingga fugas KPK
Akan semakin ringan, dan konsetrasi dapat
     diarahkan ke para penguasa lainnya,
Tidak melulu kepala daerah yang memang korupsinya
     merebak di mana-mana.
Partai harus mengubah citra, dari pemeras dan
     perompak bagi para kadernya,
Menjadi lembaga pengayom yang menyejukkan
     karena tak ada permainan hina,
Memeras dana, menuntut pembagian proyek serta
     kuasa, yang ada dan tersisa
Peran wajar yang amat mulia, mendukung para
     kader sejahterakan semua warga.
Ayo kalian berdua pasti bisa ... lalu berikutnya akan
     diteladani oleh partai lainnya.    
Selamat datang selamat bekerja, dengan dukungan
     rakyat seluruhnya, semua bisa.
Sejahterakan mereka, tunaikan janji dengan bekerja,
     dan semua senyum gembira.

Pukul beduk bentalu-talu, kota Rembang di dekat laut ...
     ha ... ha ... ha ... tertawa
Kala biduk telah berlalu, maka kiambang pasti bertaut ...
     ha ... ha ... ha ... gembira
Rembang petang tanda senja, langit pun merah jingga ...
     ha ... ha ... ha ... bercanda
Selamat datang dan selamat bekerja, semua gembira ...
     ha ... ha ... ha ... suka ria.
 
Essi nomor 213 -- POZ15102012 -- 087853451949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline