Essi 201 -- Lima Ribu Mulut dan Perut
Tri Budhi Sastrio
Banyak yang akan mencemooh jika dalam hidup
prinsip utamanya
Adalah hidup untuk makan, tetapi akan banyak
anggukkan kepala
Jika motto ini berani dibalik kedudukan antara
subyek dan obyeknya
Makan untuk hidup dapat lebih berterima karena
kesan dan nuansa
Berubah seratus delapan puluh derajat arahnya,
yang rendah dan hina
Eh ... tiba-tiba saja menjadi sesuatu yang tinggi
di angkasa dan mulia.
Dan bukan itu saja, harkat dan martabat manusia
yang elegan prima
Menjadi lebih jelas dan terjaga, makan untuk hidup,
bukan sebaliknya.
Hanya saja ... yah, jika sempat ditelaah berlama-lama
secara saksama,
Apalagi jika realita dan fakta yang menjadi
satu-satunya acuan utama,
Rasanya dua hal ini tak terlalu beda, bahkan jelas
sekali hampir sama.
Jika tak makan jelas tak hidup, jika tak hidup maka
tak makan pastinya.
Artinya makan memang penting untuk hidup
dan jika sudah hidup maka
Makan memang salah satu kegiatannya ...
ha ... ha ... ha ... ini realita.
Tetapi seperti yang pernah disampaikan oleh
Sang Nabi Utusan Sorga
Ketika iblis mencobaiNya, mengubah batu menjadi
roti, itu yang dipinta,
Dengan penuh wibawa Sang Nabi Utusan Sorga
mengutip catatan purba
Bahwa manusia hidup bukan dari roti saja,
karenanya bagaimana bisa
Mengubah batu menjadi roti menjadi satu-satunya
pertanda hal utama?
Janganlah lupa bahwa setiap sabda yang disampaikan
yang mahakuasa
Adalah sumber hidup manusia, dan ini benar adanya
di sepanjang masa.
Maka dari itu jelaslah bahwa makan bukan tujuan
dalam hidup manusia,
Karena memang masih banyak tujuan lain yang
jauh lebih asyik mulia,
Seperti umpamanya memastikan bahwa mereka
yang papa hina dina
Dibesarkan hati dan harapannya -- dan jika memang
itu titah yang kuasa,
Maka jalani saja dengan riang gembira, sedangkan
yang lebih berpunya
Turun tangan membantu dalam bingkai empati
dan kasih pada sesama.
Supaya yang hina terlunta-lunta punya harapan
yang sudah lama sirna,
Sementara yang lebih bahagia mempunyai sarana
jalankan titah sabda.
Konsep berpantang dan berpuasa yang diteladankan
Sang Nabi Sorga
Yang kadang dijalankan empat puluh hari empat puluh
malam lamanya
Juga memberi pertanda bahwa makanan itu
bukanlah segala-galanya.
Tetapi adalah juga tidak tepat dan benar adanya
jika ada yang berkata
Dalam hidup makanan sama sekali tak diperlukan
jika sudah ada sabda.
Sabda memang yang terutama, tetapi sabda juga
menunjukkan betapa
Roti dan ikan dapat menjadi sarana bagi yang
mahakuasa lewat nabinya
Bahwa apa saja yang mustahil bagi manusia
sama sekali tidak bagi Dia.
Makanan dapat jadi cara Nabi Sorga membuka
mata yang kurang percaya
Saat itu ketika masa perayaan Paskah orang
Yahudi sudah hampir tiba,
Sang Nabi Utusan Dari Sorga pergi mengajar
ke seberang danau Galilea.
Ribuan orang mengikutiNya, sebagian karena
memang percaya padaNya,
Sebagian lagi karena takjub dan tak habis pikir
melihat mukjizat karyaNya.
Selesai mengajar dan senja sudah hampir tiba,
ibalah hatinya yang mulia
Melihat begitu banyak orang terpesona pada
ajaran dalam kemasan cerita.
Mereka pastilah lapar dan dahaga setelah seharian
mendengarkan sabda.
Ayo makan bersama dan Dia tahu persis apa
yang harus dilakukannya,
Hanya saja, sekedar untuk mencoba iman
murid-muridNya, Dia berkata
Ayo beri makan mereka semua ... tentu saja mereka
heran tidak terkira.
Apa? Memberi makan ribuan orang ini, sementara
senja telah hampir tiba?
Ke mana makanan harus dibeli dan kalau pun
seandainya ada tersedia,
Lalu dengan apa mereka harus membayarnya ...
semua uang yang ada
Jika dibelikan roti dan kemudian harus dibagi,
paling-paling secuil roti saja
Guna mengisi mulut dan perut ribuan manusia,
i tupun kalau rotinya tersedia.
Roti pasti tidak ada, ikan pun jelas tidak tersedia,
yah ... mereka tidak berdaya.
Tetapi Sang Nabi Utusan Sorga tentu saja tahu apa
yang akan dilakukanNya.
Menggunakan apa yang ada, diberiNya makan ribuan
orang dihadapanNya.
Para murid walau heran tetapi tampaknya tidak ada
yang berani bertanya.
Mereka hanya menjalankan tugas, membagikan
makanan yang terus ada,
Melimpah berkecukupan untuk semua mulut dan
perut yang ada di sana.
Dan akhirnya setelah semua mulut dan perut
kenyang, lega, dan gembira,
Sang nabi utusan surga memberi perintah, semua
makanan yang tersisa
Dikumpulkan saja, siapa tahu nanti masih akan ada
dan banyak gunanya.
Lalu bagaimana dengan mereka yang sekarang
semakin takjub terpesona,
Semakin percaya dan semakin yakin saja bahwa
inilah Nabi Utusan Sorga,
Yang memang datang untuk menyelamatkan dan
membebaskan mereka?
Mereka semua sekarang merasa tak hanya
mempunyai nabi tetapi juga raja,
Raja yang akan memimpin guna merebut semua
hak yang dulu pernah ada
Dan mengembalikan masa-masa jaya bangsa
yang pernah bebas merdeka.
Sayangnya bukan untuk ini Sang Nabi Utusan Sorga
datang turun ke dunia,
Dia datang guna sampaikan sabda bahwa empati
dan kasih pada sesama
Adalah yang paling penting dan terutama guna
dijadikan pegangan utama.
Lain urusan tentu saja bisa ditunda jika memang
menjadi penghalangnya.
Hormat, puja bakti pada yang mahakuasa hanya
punya makna manakala
Implementasinya berbentuk empati dan kasih pada
sesama, dan bukannya
Persembahan bagi yang mahakuasa karena jelas
Dia tak memerlukannya.
Semua yang ada adalah milikNya maka menjadi
tidak masuk akal logika
Bila manusia berlomba-lomba mempersembahkan
banyak hal pada Dia.
Ibarat kata, yang memerlukan diabaikan begitu saja,
eh ... empunya dunia
Dipaksa-paksa menerima persembahan yang
jelas-jelas tak diperlukanNya.
Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan
persembahan, kataNya.
Dan yang dimaksud belas kasihan jelas sekali
belas kasihan pada sesama,
Bukanlah belas kasihan pada Dia yang empunya
semua yang ada di dunia.
Ajaran, sabda, dan juga cerita, sudah ada bersama
manusia sejak lama.
Mukjizat dan semua perbuatan ajaib telah dilakukan
setiap saat tanpa jeda.
Teladan yang nyata pun telah dilakukan sendiri
oleh Sang Nabi Utusan Sorga.
Lalu apa lagi yang menghalangi kita semua
laksanakan perintah nan mulia,
Memberikan empati dan kasih pada sesama ...
bukankah sudah tidak ada?
Karenanya ayo beramai-ramai meringankan
hati nurani, pikiran dan jiwa,
Sehingga langkah dapat diayun lebih gembira
membantu sesama manusia.
Essi nomor 201 -- SDA14092012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H