Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Cerpen Kontemporer: Nawa Aksara

Diperbarui: 10 Maret 2021   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.merdeka.com/

Nawa Aksara
Tri Budhi Sastrio

Kesempatan memang tak boleh dibuang ketika ia datang!
Tetapi manakala nuansa ketidak-jujuran juga bermain,
Masih ingatkah manusia akan hukum karmapala?
Hukum yang mengatakan barang siapa menanam
Dialah yang juga akan memetik?

          Kharisma sang Bung tampaknya benar-benar memudar. Ketika pidatonya berakhir tak lagi ada tepuk tangan, tak lagi ada orang yang berdiri. Semua orang tetap duduk, semua orang diam. Beberapa dari mereka memang saling pandang, tetapi selebihnya diam membisu seakan-akan mereka tak kenal pada orang yang baru saja selesai menyampaikan pidato pembelaan itu.

          Kemudian, acara tunggal tersebut bubar begitu saja. Masing-masing pulang ke rumah. Esok persidangan masih akan dibuka lagi. Acaranya juga tunggal. Pembahasan masing-masing fraksi. Setelah acara ini usai, persidangan akan memasuki acara yang sangat penting, pendapat akhir fraksi. Diterima ataukah ditolak, inilah sebenarnya esensi sebuah pidato pertanggungan jawab. Jika diterima, sang Bung akan terus menjalankan roda pemerintahan, tetapi jika ditolak ... yah, apa mau dikata! Dia harus menyerahkan segala-galanya!

***

          "Anda tentu tahu siapa yang saya wakili, bukan?"  Kolonel berwajah sangar itu mendesis pelan. Hanya wajah dan potongannya yang mengatakan dia seorang Kolonel angkatan darat dan ini sudah cukup membuat orang yang duduk di depannya bergetar. Dia memang tidak menggunakan seragam tetapi seragam mana yang dapat menandingi tajamnya sinar mata dan tegasnya suara  mendesis tajam seperti itu?

          "Anda ketua fraksi terakhir yang didatangi malam ini," dia melanjutkan tetap dengan sinar mata setajam pedang.

          Pria setengah baya di depannya, yang dipanggilnya dengan sebutan ketua fraksi menarik nafas panjang.

          "Jika anda juga setuju untuk menolak pidato pertanggung-jawaban itu, maka bulatlah semuanya. Orang yang saya wakili tidak menginginkan adanya perdebatan panjang bertele-tele hanya karena satu fraksi tidak setuju!"

          "Tetapi ..."

          "Pak," potong sang Kolonel cepat. Tubuhnya dicondongkan ke depan, sinar matanya bak tajam pedang menyambar berkilat, "dengarkan baik-baik! Saya lelah! Saya ingin pulang dan tidur. Menghubungi sekian banyak ketua fraksi kurang dari 6 jam adalah pekerjaan yang bukan main melelahkan dan bapak tahu, orang lelah akan cepat marah dan orang yang marah bisa melakukan apa saja. Saya pun begitu! Saya akan lakukan apa saja guna mempercepat proses memperoleh kepastian sekaligus akan melakukan apa saja untuk memperoleh kepastian yang jelas."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline