Misteri Cangkir Retak
Tri Budhi Sastrio
Memang banyak yang aneh di dunia ini.
Manusia tidak terkecuali, sarat misteri.
Kalau seandainya ada orang usil dan iseng memberi julukan padaku sebagai orang paling serba ingin tahu, aku takkan pernah menolaknya. Mengapa? Bukan karena aku senang dengan julukan nyentrik seperti itu tetapi karena itu kenyataannya. Sejak anak-anak sifat ingin serba tahu seperti itu sudah tampak nyata. Ayahku sendiri, dalam suatu kesempatan, waktu aku telah menginjak dewasa, pernah mengatakan padaku tentang hal itu.
"Santo," katanya ketika itu, "sejak engkau mulai mengerti dan bisa berbicara, ayah kewalahan menerima pertanyaan-pertanyaanmu."
Aku menunduk sambil tersenyum malu ketika itu.
"Dan bukan itu saja," kata ayah kemudian melanjutkan sambil bibirnya tersenyum. "Pertanyaan yang kau lontarkan kadang terlalu rinci sampai-sampai Ayah tidak mungkin menjawabnya. Sangat sering, kalau tidak boleh dikatakan semua, pertanyaanmu selalu melewati batas yang ditentukan oleh adat ketimuran. Contoh paling gamblang adalah pertanyaanmu ketika ibumu hamil adikmu yang nomer dua. Ketika itu engkau bertanya: `Ayah mengapa perut ibu bisa besar seperti itu?' Aku masih ingat dengan jelas bagaimana aku melengak mendapat pertanyaan seperti itu dari anak seusiamu meskipun pertanyaan itu kujawab juga. Di dalam perut ibum ada adikmu."
"Ada adikku tanyamu seperti tidak mempercayai keterangan Ayah. Gaya bertanyamu juga tidak jauh berbeda orang dewasa, membuat ayah mau tidak mau terpaksa tertawa geli meskipun cuma di dalam hati.
"Tetapi dari mana adikku masuk ke sana?" tanyamu menggelikan.
"Untuk pertanyaan yang ini Ayah tidak bisa tertawa geli. Bagaimana mungkin sempat tertawa geli kalau pertanyaan konyol semacam itu diajukan oleh anak kecil? Matamu yang bersinar terang menatap menunggu jawaban. Ayah sungguh-sungguh bingung waktu itu. Matamu terus mendesak, menunggu jawaban tetapi mulut dan pikiran Ayah belum menemukan jawaban yang tepat. Akhirnya, setelah beberapa saat bingung, Ayah menjawab seperti ini."
"Bagaimana kalau pertanyaanmu dijawab setelah engkau besar nanti?"
Sebenarnya malu sekali terpaksa menjawab seperti itu padamu tetapi Ayah tidak melihat jawaban lain yang lebih tepat. Sedangkan dirimu, jelas sekali tidak puas, tetapi bisa menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh, seperti paham kesulitan Ayah. Sifatmu yang lain juga tidak habis-habisnya membuat Ayah heran."