Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Cerpen Kontemporer: Ketika Air Mata Tidak Lagi Bersisa

Diperbarui: 28 Februari 2021   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://hammer.ucla.edu/

Ketika Air Mata Tidak Lagi Bersisa
Tri Budhi Sastrio

Takdir kematian adalah misteri langit,
Hanya langit yang tahu,
Hanya langit yang menentukan!

Ayu sudah berhenti menangis sekarang. Surat warna merah jambu, yang dulu setiap kedatangannya selalu disambut dengan penuh kegembiraan, sekarang seakan-

akan berubah menjadi hantu malapetaka.

Tangan Ayu, sekalipun samar-samar, tampak jelas sekali bergetar. Sementara bibir, yang selalu merekah penuh daya pesona, sekarang mengatup, tidak lagi memancarkan daya pesona. Sedangkan matanya, yang biasanya selalu mengundang decak kagum setiap laki-laki yang memandangnya, sekarang tak lagi menunjukkan hal itu karena ada saputan cairan bening di sana.

Surat berwarna merah jambu itu sebenarnya sudah diterima oleh Ayu tiga hari yang lalu tetapi Ayu masih tetap menangis ketika mengulang membacanya sekarang.

Surat macam apa yang bisa membuat seorang gadis periang seperti Ayu, menangis sampai tiga hari berturut-turut setiap kali membacanya? Juga laki-laki macam apa, kalau seandainya yang menulis surat itu seorang laki-laki, yang bisa menulis surat begitu hebat, yang bisa membuat seorang gadis seperti Ayu Listyorini menangis berulang-ulang setiap membaca surat hasil tulisannya? Bahkan para sastrawan besar sekalipun mungkin akan mengacungkan jempol untuk prestasi hebat semacam itu.

Ayu menghela nafas panjang, kemudian melepaskan keras-keras. Gadis cantik itu seakan hendak melemparkan jauh-jauh rasa pepat dalam hatinya dengan menghela nafas panjang dan kemudian menghembuskan keras-keras.

Tiba-tiba Ayu berputar dan melangkah ke arah meja riasnya. Di sana Ayu berdiri mematung. Wajahnya yang cantik terlihat sembab sekarang.

"Aku tidak akan menangis lagi mulai sekarang!" katanya pada dirinya sendiri setelah beberapa lama puas mematung. "Tidak akan ada lagi dan tidak akan pernah lagi."

Kemudian, seperti permainan sandiwara saja, seulas senyum mulai mengembang di bibir Ayu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline