Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Kasidi Nomor 268: Siapa yang Berdusta

Diperbarui: 30 November 2020   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://id.pinterest.com/pin/416160821820220108/

Kasidi 268  Siapa yang Berdusta

Saat itu berulang kali mantan istri pertama saya mengatakan bahwa Kisdinar bukan anak saya, sehingga saya beranggapan dia tidak setia, dia berselingkuh, dan karena itu kami bercerai. 

Pernyataan ini sekilas masuk akal dan rasional meskipun Tuhan berulang kali menegaskan betapa Dia membenci perceraian karena ini sangat bertentangan dengan perintah yang lain 'apa yang telah disatukan Tuhan hendaknya tidak diceraikan oleh manusia'.

Permasalahannya, mantan istri pertama menyatakan bahwa dia tidak pernah mengatakan begitu. Lalu siapa yang berbohong, jadi siapa yang berdusta? Sang motivator pemberi nasehat super sekali atau sang wanita dengan putra yang sudah dewasa? 

Mungkin saja keduanya sama-sama lupa atau sama-sama berdusta, tetapi yang jelas saat ini Super Mario bukan saja dianggap berdusta karena tidak mengakui anak kandungnya sendiri, tetapi telah melakukan perbuatan yang 'super tidak bertanggung jawab' plus usaha menghilangkan atau menggelapkan asal usul yang merupakan tindakan pidana di negeri ini. Meskipun pada tahun ini kasus menjadi sangat terbuka tetapi kejadiannya sudah sejak lama berlangsung. 

Pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain sampai pada tes DNA yang tetap wacana, sampai saling melapor hampir mendekati klimaksnya, tetapi sementara itu publik cenderung menjadi hakim dan secara tidak langsung telah menghukum sang Super Pendusta dengan kerugian milyaran rupiah karena banyak program batal atau dibatalkan.

Yang lebih menjengkelkan ternyata kesan pendusta dan berbelit-belit terus saja muncul ketika Mario Teguh muncul di TV. Memang penjelasannya tampak ok dan sesuai dengan norma, tetapi karena dibungkus dengan kata-kata indah dan akhirnya orang lain juga yang salah termasuk mantan istri pertama dan anaknya, maka kesan kalau orang ini terus saja memanipulasi keadaan dan berdusta, ya semakin menguat saja.

Apakah ini semua sesuai dengan ujar-ujar lama yang mengatakan 'karena nila setitik rusak susu sebelanga' atau 'panas setahun dihapuskan hujan sehari' atau justru 'sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tidak percaya'?

Yang terakhir yang tampaknya lebih pas karena yang pertama nilanya ternyata tidak setitik melainkan setengah belanga karena orang ini nyatanya sudah sejak lama berdusta. Dalam sikap rendah dan murah hati tidak ada dusta.

Begitulah adat dunia. Bohong dan dusta tidak cuma sebagai makanan melainkan sudah seperti camilan. Artinya yang rajin dimakan setiap hari sebagai selingan dalam melakukan aktivitas yang lain. 

Nah, jika sudah begini lalu harus bagaimana? Tidak cukup saktikah Sabda Tuhan yang jelas-jelas melarang orang berbohong atau berdusta? Tidak cukup hebatkah teladan yang diberikan oleh Tuhan untuk selalu lurus dan bersahaja baik dalam bertutur maupun bertindak? Tidak cukup mengikatkah Sabda yang keluar dari mulut Tuhan sendiri, seperti yang dicatat oleh para muridNya? Atau bagaimana?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline