Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Mana yang Lebih Rasional?

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mana Yang Lebih Rasional?

Artikel ini akan diawali dengan komentar. Pendapat sang guru besar yang sekaligus seorang pastor Katolik benar dan tidak salah. Pendapat yang disampaikan oleh sang juru bicara presiden, sebagai tanggapan terhadap pendapat sang guru besar, benar dan tidak salah. Meskipun yang satu tampak menegasikan yang lain, tetapi anehnya masing-masing pendapat ternyata benar dan tidak salah. Mengapa? Karenanya keduanya melihat dari jendela kamar masing-masing. Sialnya, pemandangan dari jendela kamar yang seharusnya berupa cakrawala langit biru eh ternyata berubah drastis karena persis di depan jendela dipasang pipa raksasa. Pipa boleh saja sangat besar diameternya tetapi tetap saja itu pipa, dan lubang pipa tentu membatasi banyak hal.

Pikiran picik dan wawasan sempit, dari dulu sampai sekarang, menjadi milik banyak orang. Bahkan mungkin menjadi milik semua orang. Pendidikan, pergaulan, pekerjaan, dan banyak kegiatan dalam hidup ini membantu meluaskan yang picik dan melapangkan yang sempit. Ada yang keberhasilannya dapat dilihat dengan mudah, tetapi ada juga yang samar-samar.
Ini adat dunia.

Penyakit lain yang menjangkiti banyak orang bernama persepsi. Sebagai tanggapan langsung atau pengetahuan langsung seseorang terhadap dunia luar melalui pancaindra dan pikirannya, persepsi sudah sejak lama menjerat manusia. Jeratan ini begitu halus dan kuatnya, sehingga tidak banyak orang yang menyadari dan hampir tidak ada orang yang berhasil lepas dan ke luar dari jeratannya. Dua orang ini – dan juga semua orang – berada dalam persepsi masing-masing. Persepsi yang dirasa benar dan rasional karena didukung fakta dan realita. Yah, silahkan saja.

Ada contoh begini. Dewasa ini ada kelompok penganut agama tertentu yang anggotanya banyak sekali menjadi korban sia-sia. Jumlahnya belasan dan mungkin puluhan juta. Penyebabnya karena pembantaian yang memang disengaja atau karena dampak ikutannya. Tahu siapa pelakunya? Ternyata dari penganut agama yang sama. Medan kejadiannya terjadi di banyak negara dan populer dengan nama ‘perang saudara’. Apa reaksi pemeluk agama yang sama di negara-negara lainnya? Tidak terlalu nyata. Reaksi yang jelas justru ditujukan pada kasus lain yang kebetulan dilakukan oleh pemeluk agama yang berbeda. Jumlah korban tidak terlalu besar, tetapi reaksi meraksasa. Memang jumlah korban yang kecil pun tetap tidak dapat diterima, tetapi yang aneh, mengapa reaksi begitu hebat untuk yang kecil, sementara pada kejadian yang sama dengan korban yang berpuluh, beratus, bahkan beribu kali lipat, reaksi sama sekali tidak tampak. Apakah ini semua karena pengaruh persepsi? Mungkin saja.

Kembali pada fokus masalah untuk catatan ini. Komentar singkat telah diberikan. Sekarang tiba waktunya pembaca membuat komentar sendiri. Inilah surat yang dimaksud dan tanggapannya. Suratnya dari seorang mahaguru filsafat, tanggapannya dari juru bicara presiden yang seorang doktor.

Tuan-tuan dan Puan-puan dari
Appeal of Conscience Foundation (ACF),

Saya seorang pastor Katolik dan profesor Filsafat dari Jakarta. Kami di Indonesia mendengar bahwa Anda akan memberikan Penghargaan Negarawan Dunia tahun ini kepada Presiden kami, Susilo Bambang Yudhoyono karena jasanya dalam merawat toleransi beragama. Rencana itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas.

Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia? Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden.

Apakah Anda tidak tahu tentang kesulitan umat Kristen untuk berkembang dan mendapatkan izin membuka tempat ibadah, tentang meningkatnya jumlah penutupan paksa terhadap gereja-gereja, tentang banyaknya regulasi yang membuat kaum minoritas lebih sulit beribadah kepada Tuhan, serta intoleransi tumbuh begitu pesat di tingkat akar rumput? Dan secara khusus, apakah Anda tidak pernah mendengar tentang sikap memalukan dan sangat berbahaya dari kelompok agama garis keras terhadap apa yang disebut ajaran sesat, seperti jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah? serta pemerintah yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono tidak melakukan apa-apa dan enggan mengatakan sepatah kata pun untuk melindungi mereka? Ratusan orang yang hidup di bawah kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah diusir dari rumah mereka, mereka masih hidup sengsara di tempat-tempat pengungsian seperti gedung olahraga, bahkan sudah ada jemaah Ahmadiyah yang dibunuh dan warga Syiah yang tewas (sehingga muncul pertanyaan apakah Indonesia akan memburuk kondisinya seperti di Pakistan dan Iran [seperti yang dikatakan Presiden GW Bush] di mana setiap bulan ratusan orang Syiah dibunuh dengan dalih agama)?

Tidakkah Anda juga tahu bahwa presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak pertama kali menjabat sampai 8 1/2 tahun kini, di istananya belum pernah satu kali pun ia mengatakan sesuatu kepada rakyat Indonesia, bahwa kaum radikal harus menghormati kaum minoritas? ia telah mempermalukan diri sendiri dengan menghindari tanggung jawab terhadap meningkatnya kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline