Lihat ke Halaman Asli

Tri Budhi Sastrio

Scriptores ad Deum glorificamus

Sayonara Utha, Sayonara

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sayonara Utha, Sayonara …

Sayonara Utha, Sayonara … karena engkau juga manusia biasa seperti kita,

Yang memang sudah takdirnya jika suatu ketika harus bisa berkata sayonara.

Entah dunia indah, entah dunia penuh duka, sayonara perpisahan tetap saja

Menjadi bagian tidak terpisahkan kita semua, dan Tuhan, ya kami berserah saja!

Yang ditinggal tentu saja berduka karena kenangan indah menyesakkan dada,

Apalagi engkau kerap disapa sebagai pelantun lirik nada indah penuh pesona

Yang akrab dengan banyak tetangga, banyak sesama, dan bahkan siapa saja,

Ah Utha ... Utha Likumahua ... tembangmu indah penuh pesona getaran jiwa.

Berkendara dari Villa Mutiara ke Brenda di Cipaku Lama memang jauh juga,

Tetapi itulah takdir Yang Maha Kuasa yang harus engkau tempuh juga, Utha.

Dibalut kotak indah berwarna seta bergambar banyak lukisan mulia sang Putra,

Diiringi lirik nada lagu indah yang sering engkau lantunkan semasa masih jaya,

Esok Kan Masih Ada yang memang mengingatkan kita para pencinta karya sastra,

Pada Tomorrow is another day - esok memang senantiasa ada dan akan terus ada

Meskipun mungkin esok yang tak sama, mungkin esok yang sama sekali berbeda.

Ah Utha, engkau ini memang ada-ada saja, ketika luapan hasrat jiwa bebas merdeka,

Engkau lantunkan itu dengan irama dan nada yang terbiasa didengar di barat sana,

Tetapi tenang saja sobat anak-anak muda, lagumu indah dan kami semua suka!

Entah memang itu yang engkau rasakan, atau hanyalah tembang nada kembara jiwa

Kau gubah Tuhan pun tahu hidup ini sangat berat, tetapi takdir tak mungkin selalu sama
Coba-cobalah tinggalkan sejenak anganmu, esok kan masih ada, esok kan masih ada.

Siapa yang tidak tahu ini sobat, takdir memang selalu berbeda, memang tidak sama.

Karenanya ketika engkau melantunkan lirik hati kecilku berkata untuk apa putus asa
karena memang masih ada dan masih banyak jalan terbentang jauh di ujung sana

Aku tidak menduga kalau pada akhirnya engkau sepakat untuk berkata dalam nada

Yang mungkin terdengar putus asa - namun apalah dayaku aku hanya orang biasa.

Engkau memang orang biasa tetapi sekaligus juga luar biasa penuh dengan talenta,

Sama dengan kami yang juga orang-orang biasa tetapi kami juga mampu mencinta.

Talenta boleh berbeda tetapi semua orang pada dasarnya biasa sekaligus luar biasa,

Karena memang ditakdirkan selalu dapat mencinta dan memberi empati pada sesama.

Hanya saja dalam hidup ini selalu ada yang lebih penting, ada yang lebih utama.

Ada banyak di luar sana orang-orang yang juga penuh talenta hanya saja mereka

Tidak seberuntung engkau Utha, tidak seberuntung kita, yang dalam duka dan lara

Masih punya anggota keluarga yang senantiasa bersedia menemani dan menjaga.

Mereka yang di luar sana kadang dan tak jarang benar-benar harus sebatang-kara,

Mengembara laksana manusia langka tak pernah lagi disapa dalam samudera duka,

Yang lebih menyakitkan lagi tak jarang mereka yang sebenarnya mempunyai keluarga

Pura-pura lupa bahwa ada kerabat atau saudara, sedang menderita dan tidak berdaya!

Raga tak lagi berdaya, bagaimana bisa tetap mempunyai muka menghadapi dunia?

Itulah gambaran jutaan sesama yang entah mengapa perannya hanya untuk menderita.

Jadi Utha, pantaskah yang hidup jauh lebih berbahagia dari mereka yang di luar sana

Masih mengeluh mengatakan tidak bahagia, bukannya bersyukur dan bersukacita?

Sayonara Utha, Sayonara, dan akan tiba masanya kita semua mengatakan yang sama.

Dr. Tri Budhi Sastrio – ukspj@yahoo.com -HP. 087853451949




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline