Lihat ke Halaman Asli

Memiskinkan Koruptor Melanggar HAM

Diperbarui: 22 Maret 2017   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberantasa tindak pidana korupsi saat ini menjadi prioritas bersama bukan hanya pemerintah, namun menjadi tugas bersama. Peran serta merta seluruh elemen masyarakat menjadi tonggak dapat diberantasnya korupsi. Upaya-upaya untuk memberantas korupsi telah dilakukan pemerintah mulai tindakan preventif hingga tindakan represif, namun para koruptor masih saja meraja lela dan tidak takut dengan hukuman pidana yang akan diterima. Korupsi sudah seperti budaya yang begitu cepat menjalar hingga kelapisan masyarakat biasa mulai dari korupsi partai kecil hingga partai besar. Maraknya kasus korupsi semakin hari semakin meraja lela, negara ini sudah berada dalam zona darurat korupsi, sehingga diperlukan suatu upaya dan kerja sama seluruh masyarakat untuk bersama-sama memberantas tindak pidana korupsi.

Berbagai pendapat mulai dari pakar ahli hukum pidana hingga masyarakat biasa turut berbicara untuk memperberat hukuman para koruptor yang mana para koruptor layak dijatuhi hukuman mati, hukuman seumur hidup dan dimiskinkan. Namun, hal itu hanya akan menjadi wacana tentu kita tahu bahwa hama korupsi telah menjalar ditubuh badan legislatif, meski hanya dugaan tapi hal ini sudah menjadi rahasia umum. Jika hanya hukuman pidana penjara yang dijatuhkan maka pemberantasan terhadap koruptor tidak akan pernah berhasil, selama para koruptor masih memiliki harta yang dapat digunakan untuk meringankan hukumannya bahkan bebas melenggang dari tahanan, caranya cukup sangat mudah dan memalukan yaitu dengan cara membeli harkat dan moral para penegak hukum negara ini. Godaan uang tentu menjadi hal riskan ditubuh penegak hukum. Tidak sedikit para penegak hukum yang terjerat kasus korupsi dan suap.

Tercuatnya kasus korupsi terkait penyediaan E-KTP kepermukaan publik yang sedang diusut oleh KPK saat ini membuktikan Indonesia telah dijajah para koruptor dan sudah saatnya memasang bendera Indonesia darurat korupsi. Tidak sedikit para pejabat negara yang diduga terlibat didalamnya, penulis berharap kasus ini segera terungkap. Dengan munculnya kasus ini dapat menjadi pelajaran dan paksaan bagi pembuat undang-undang dan pemerintah untuk segera melegalkan dan mengesahkan hukuman mati dan memiskinkan koruptor.

Namun, sepertinya wacana hukuman dimiskinkannya para koruptor yang giat disuarakan para anti koruptor, hanya akan menjadi omongan kosong karna hal itu tentu melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana telah diatur dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut telah diatur bahwa tidak boleh seluruh harta sibersalah dirampas seluruhnya, dengan adanya hal tersebut menurut penulis pemberantasan tindak pidana korupsi akan sulit diberantas. Sebagaimana tertuang dalam pasal 19 ayat (1) undang-undang nomor 39 tahun 1999. “tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancan dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah”. 

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa selama pasal ini tidak dicabut maka pemberantasan tindak pidana korupsi hanya akan menjadi omongkosong bahkan hingga keturunan ketujuh tidak akan pernah berhasil diberantas. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mendesak pembuat undang-undang untuk merevisi dan mencabut pasal ini, sebagai titik awal pemberantasan korupsi. Dengan begitu wacana memiskinkan para koruptor dapat terealisasi, agar semangat pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya wacana yang basi.

Hemat penulis hanya satu cara untuk memutus mata rantai para koruptor yaitu dengan cara dimiskinkan, seberat apapun hukuman pidana penjara yang dijatuhkan selama para koruptor masih memiliki uang, para koruptor tetap masih bisa berkuasa dan mengendalikan hukum dinegara ini. Tidak sedikit para koruptor yang berada didalam tahanan dapat mengendalikan para penegak hukum, penjara disulap menjadi hotel bintang lima dan bebas melenggang keluar tahanan.

Mari bersuara dan bertindak, sudah saatnya kita sebagai masyarakat bebas dari zona Apatis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline