Lihat ke Halaman Asli

Severus Trianto

Mari membaca agar kita dapat menafsirkan dunia (W. Tukhul)

Menjadi Populer di Kompasiana Gaya Cina

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapak anda jarang dikunjungi? Tulisan anda tidak banyak diminati apalagi dikomentari? Pengikut anda bisa dihitung dengan jari? Jangan takut. Asal punya uang, anda dapat membeli jasa pelayanan on-line yang mengubah lapak anda yang semula sesepi kuburan jadi seramai pusat hiburan-perbelanjaan yang hiruk pikuk dengan ribuan pengunjung plus komentarnya. Dengan demikian, dijamin admin tak bisa mengelak untuk selalu meletakkan artikel anda di jajaran artikel terekomendasi. Tidak perlu anda membuat kloning manual yang melelahkan itu. Ada teknologi yang mampu mewujudkan impian anda untuk menjadi termasyur di belantara komunitas blogger ini. Anda hanya harus memenuhi dua syarat ini untuk bisa mewujudkannya: pertama anda punya uang; kedua anda tinggal di....Cina.

Ya, di Cina... Menurut mingguan The Economist, di negeri tirai bambu ini tercatat lebih dari 250 juta orang (hampir setara dengan jumlah penduduk dari Sabang sampai Merauke) tergabung dalam beragam blogs, atau lebih tepatnya microblogs, karena yang dibicarakan di sini bukan model komunitas virtual semacam Kompasiana, tetapi komunitas dunia maya semacam Twitter yang dilarang di sana. Dalam bahasa Cina, komunitas semacam ini disebut weibo. Ada bermacam-macam alasan mengapa mereka bergabung dalam weibo: mulai dari yang sederhana seperti untuk mengisi waktu luang atau menemukan teman sampai alasan yang lebih berat seperti menggoyang para penguasa dengan melemparkan rumor dan isu sosial politik.

Menaati anjuran pihak otoritas, seluruh pengelola atau admin weibo (seperti Sina Weibo dan Tencent Weibo, dua komunitas microblogs terbesar di Cina) mewajibkan para anggotanya untuk mendaftarkan diri dengan identitas asli. Meski para pengguna masih dapat menggunakan user name yang berbeda ketika tampil di dunia maya, para admin setidaknya mengetahui identitas mereka yang sesungguhnya. Hal ini dibuat terutama untuk menyensor postingan yang dapat mengganggu stabilitas nasional dan menendang anggota yang nakal.

Ampuhnya kebijakan para admin itu mulai dipertanyakan mengingat saat ini lahir semacam pasar yang menjual jasa pelayanan on-line bagi para microbloggers. Di pasar ini, mereka dapat membeli, dengan harga relatif murah, para pengikut palsu (atau yang dikenal sebagai zombie followers) yang dapat meningkatkan popularitas account para pembelinya. Bukan hanya itu. Para penghuni weibo juga dapat memesan re-tweets atau komentar bagi postingan mereka. Bahkan, beberapa perusahaan menjual verifikasi resmi (dengan harga yang lebih mahal, kurang lebih 80 US dollar) yang memungkinkan pengguna weibo untuk mendaftarkan diri dengan identitas palsu.

Otoritas terkait bukannya tidak mengendus modus operandi semacam ini. Tidak cukup mengandalkan ketaatan para admin weibo; tidak cukup membuat lebih kurang 50 ribu account individual dalam beragam weibo; pemerintah sampai menyewa pemburu rumor (rumour hunter) untuk melacak sumber-sumber rumor yang dapat menggoyang penguasa negeri. Tentu bukan sebuah tugas yang mudah, seperti pengakuan seorang pemburu rumor, mengingat sulitnya membedakan mana para pendaftar dengan identitas asli dari mereka yang menggunakan identitas palsu yang dibeli; atau membedakan para pengikut asli dari zombie followers tadi. Ibaratnya, seperti mencari sebatang jarum dalam gundukan jerami.

Nah, jadi, kalau mau terkenal di Kompasiana tanpa susah-susah bikin tulisan tetapi cukup mengandalkan para pengikut dan komentar palsu, teknologinya sudah tersedia. Sayang, sampai tulisan ini dibuat, pasar yang menjual pelayanan itu baru ada di Cina. Atau jangan-jangan, teknologi itu diam-diam sudah digunakan juga oleh salah satu atau salah dua dari para kompasianer... ? Hanya admin yang tahu.

Ville-Lumière, Selasa 21 Maret 2012

Sumber: The Economist edisi on-line minggu lalu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline