“No, sebagai kuncen Ujung Berung, kamu pasti tau jam buka Pasar Ujung Berung. Sekarang masih buka nggak?”
SMS itu membuat saya sedikit mengangkat alis. Heran karena tiba-tiba saja teman saya mengirim SMS seperti itu. Tapi yaaa… barangkali dia memang ada keperluan di pasarrakyat terdekat dari rumah saya itu.Jadi, tak ada salahnya jika saya langsung membalas.
“Masiiih. Sampai sore juga masih rame. Mau ke sini?”
Balasannya datang tak pakai lama.
“Kalau toko yang jual jajanan jadul seperti yang kamu aplod di FB dulu itu, masih buka nggak?”
SMS balasan darinya membuat saya tersenyum lebar. Jajanan jadul. Saya bisa menebak tujuan teman saya itu. Membeli jajanan jadul di Pasar Ujung Berung, lalu menjualnya lagi entah di mana.
[caption id="attachment_360107" align="aligncenter" width="548" caption="Pasar Ujung Berung"][/caption]
***
Pasar Ujung Berung terletak tepat di sisi jalan A.H Nasution, tak terlalu jauh dari tugu perbatasan Kotamadya Bandung (bagian timur) dengan Kabupaten Bandung. Ujung Berung sendiri merupakan sebuah kecamatan di Kotamadya Bandung.Ya, Ujung Berung memang benar-benar ada, bukan sekadar istilah untuk mengatakan sebuah tempat yang sangat jauh.
Berada di pinggir Kota Bandung memberikan keuntungan tersendiri. Di sini mudah sekali menemukan jajanan rakyat yang sudah jarang ada di tempat lain. Sebut saja borondong gula merah, noga suuk, koya suuk, gulali, ali agrem, mi lidi, dan bolu kering. Harganya? Murah meriah. Satu kemasan besar koya suuk (suuk = kacang tanah) berisi sepuluh bungkus kecil cuma Rp4.000,-Harga jajanan jadul lainnya pun tak berkisar jauh dari itu.
[caption id="attachment_360109" align="aligncenter" width="550" caption="Camilan-camilan jadul yang murah meriah"]
[/caption]
Mereka yang sudah berusia di atas 30 tahun umumnya menempatkan jajanan ini sebagai makanan nostalgia. Jajanan semasa kanak-kanak. Tak sedikit yang kini kesulitan mencari jajanan seperti ini. Kerinduan pada makanan jadul ini ditangkap oleh orang-orang yang jeli melihat peluang, termasuk teman yang saya ceritakan di awal tulisan ini. Di tempat-tempat seperti mal, hipermarket, dan kafe sering ada konter kecil yang menjual jajanan jadul ini. Selain melabeli “Jajanan Jadul”, ada juga yang melabeli dengan “Jajanan Langka”.
Bagi saya yang tinggal bukan di pusat kota Bandung, label seperti itu selalu membuat tersenyum-senyum. Jadul? Langka? Sini, sini, ke Pasar Ujung Berung. Ada banyak jajanan seperti ini di sini. Harganya pun jauh lebih ramah di kantong.
[caption id="attachment_360119" align="aligncenter" width="381" caption="Banyak harta karun berupa camilan jadul yang murah meriah di sini."]
[/caption]
Orang-orang yang tak biasa ke pasar rakyat mungkin akan mengernyitkan hidung dan kening sekaligus melihat penataan jajanan-jajanan jadul itu. Diletakkan apa adanya di dalam kardus, box plastik, atau malah ditumpuk begitu saja di meja kayu. Tetangganya pun berupa los ayam potong dan beraneka jeroannya, ikan pindang, bermacam-macam ikan asin, sayur-mayur, dan sebagainya.
Bagi yang sudah biasa, sih, tak masalah. Bahkan bisa asyik memilih-milih beraneka jajanan jadul sambil mengobrol dengan pemilik kios. Dari para pemilik kios itu pula saya tahu bahwa jajanan-jajanan ini dipasok dari industri rumahan di sekitar Ujung Berung. Ada juga yang dari luar Bandung seperti Cicalengka, Majalaya, dan Garut.
***
Belanja dan berburu jajanan jadul di Pasar Ujung Berung ini akan semakin menyenangkan jika pasar ini ditata lebih baik dan kebersihannya lebih diperhatikan, tentu saja dengan melibatkan para pedagang itu sendiri.