Lihat ke Halaman Asli

Baju Lorong Anna

Diperbarui: 6 Mei 2024   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Mila Okta Safitri from Pixabay

                "Anna, lebaran kali ini, kamu tidak usah beli baju baru ya... banyak bajumu yang masih bagus kalau dipakai." Seorang Ibu mengatakan secara perlahan kepada anak perempuan terakhirnya perihal keuangan di rumah mereka. Anak perempuan itu mengenakan baju panjang terusan tanpa terpotong berwarna merah muda serta kerudung lebar berwarna merah muda yang lebih tua. Pasangan ibu dan anak ini sedang dalam perjalanan menaiki angkutan umum atau biasa disebut angkot, setelah Sang Ibu memperbaiki ATM-nya yang terblokir karena lupa enam angka rahasia. Anna mendampinginya sebab khawatir ibunya kena tipu. Ibunya bisa dibilang generasi paling tua di abad ini.

                Perempuan yang diajak bicara itu mengamini perkataan ibunya. Lagipula dia sudah menginjak usia yang tidak pantas lagi menerima uluran tangan orang tua. Meski begitu, Anna tetap bersyukur sebab kedua kakaknya tidak memaksanya untuk segera bekerja, walau terkadang pedang yang keluar dari mulut mereka melukainya. Dia pun tidak mau banyak meminta lagi.

                Hati Anna tetap gusar. Sebelumnya dia sudah mendatangi berbagai sekolah. Membawa berbagai berkas yang tersusun rapi. Diwawancara lalu gagal. Mengapa Anna tidak seberuntung manusia lain yang seusia dengannya? Sebab itu, Dia juga selalu menitikkan air mata tatkala melihat manusia dewasa awal yang seumuran dengannya sudah mampu mengumpulkan tabungan lebih dari dua angka di rekening pribadinya.

                Perjalanan 30 menit dari sebuah Bank ke rumah Anna telah usai. Anna duduk di depan meja yang berdiri sebuah laptop. Dilihatnya berbagai buku yang ada di atas pinggir kanan meja belajarnya. Kini meja itu sudah naik pangkat menjadi meja kerja. Anna sedikit ingin mengevaluasi usahanya untuk mandiri dalam hal keuangan.

                Anna melihat laptopnya yang sedang tidur. Sengaja benda itu dia istirahatkan. Dua tahun sudah laptop itu berjuang agar pemiliknya lulus dari perkuliahan. Di ruangan lain dalam rumah yang sepi, ada seorang ibu yang masih menerima uang pensiun dari usahanya menjadi guru di usia muda.

                "Anna, makan dulu!" suara lembut itu kini terdengar di depan pintu kamarnya.

                Semenjak resmi menyandang gelar sarjana, Anna tidak nyaman membuka pintu kamarnya. Melihat makanan yang terpajang di meja dekat televisi. Anna hanya mengambilnya singkat lalu membawanya ke kamar. Sang Ibu memaklumi kelakuan anak bungsunya yang tidak enakan itu.

                Perempuan berambut pendek dengan wajah khas perempuan Sunda. Mimik lembut dan tidak enakan mewarnai kehidupannya. Sebenarnya Anna pernah menjadi ketua sebuah divisi di organisasi yang menaunginya menjadi aktivis. Hanya saja, ketegasan yang dimilikinya justru menjadi bahan pemikiran yang berlebihan.

                Setelah rasa lapar dan hausnya sirna, dia segera membersihkan kembali alat makan dan minumnya. Tidak ada wastafel memaksa dia berjongkok di kamar mandi. Mengambil penggosok dan sabun. Lalu membasuhnya dengan air menggunakan gayung. Anna masih mensyukuri kehidupan seperti ini.

                Di kamar itu, Anna kerap bercengkrama bersama laptopnya. Selain bercita-cita menjadi seorang guru, dia pun hobi merangkai kata-kata menjadi sebuah bacaan. Entah itu cerpen maupun puisi.  Namun kini, dia lebih suka memperbaiki tulisan riwayat hidupnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline