Lihat ke Halaman Asli

Cerita(nya) Musim Hujan

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua wajah satu orang, yang satu dengan kumis yang satunya lagi tanpa kumis. Berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam. Wajah-wajah itu berputar-putar, memudar, sekarang wajah itu adalah dua buah ban. Ban botak. Sengaja aku hentikan laju motor butut ini, kemudian mendongakkan kepalaku. Nimbostratus. Gumpalan-gumpalan uap air yang terapung-apung jauh di atas kepalaku itu tak mampu lagi menahan butiran-butiran air yang telah menumpuk, puk, puk, lalu menepuk-nepuk wajahku. “Jenuh.”, barangkali itu yang—mungkin—akan dilisankan mereka, hanya jika Tuhan memberikan kuasa padanya. “Jangan. Jangan lagi …” aku mengeluh.

Di pinggir gang, gang Tegalwangi namanya. Berteduh pada bangunan warung sederhana—yang memulai kegiatan ekonominya ketika sore menemukan malam. Berlindung dari mereka-yang-sedang-bermuram-ria-di-atas-sana yang sudah barang tentu bisa membuatku kebasahan. Dimulailah perkusi yang dimainkan oleh Hujan dengan Atap Asbes sebagai instrumennya. Bisa kau dengar bunyinya? Tak diragukan lagi, suatu kemampuan yang menakjubkan. Menunggu dengan berdiri pada kedua kaki. Kaki sendiri. Kaki yang berbulu, bulunya keriting—untuk diketahui, beberapa bulu kaki ada yang ujungnya bercabang juga. Menunggu sambil duduk jongkok juga boleh, yang mana yang menarik hati saja. Hujan turun seakan tanpa henti, sesekali angin lewat dengan cueknya. Dingin. Memelintir. Kunaikkan tangan kananku, menggapai-gapai mendung itu, terang-terangan mencoba untuk memetiknya. Sementara itu, kelingking kiriku sedari tadi aku gunakan untuk mengupil. Pekerjaan yang berguna sekali. A sweet thing to do. “Heh, brother-sister yang disana … Mau sampe kapan kau bermuram-muram, ha?" tanyaku, berharap ada jawaban dari gerombolan yang telah membuatku terdampar di sini. Aku sentil upilku ke udara. Terlempar, diombangambingkan. Jerih-payah ku itu kemudian mendarat, menjadi bagian dari alam. Aku ikhlas. Lama. Dancing in the rain. Sebentar … Aku catat dulu di to-do list milikku, ya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline