Lihat ke Halaman Asli

Bonus Demografi dan Masa Depan Korupsi

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di tengah hiruk pikuk persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini, ada kecenderungan bahwa tren kondisi sosial, ekonomi, politik di Indonesia semakin dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sebut saja kisah drama pencarian Angelie, bocah berumur 8 tahun yang ditemukan tewas dikubur di rumah orang tua angkatnya. Di bidang ekonomi beberapa waktu lalu, Indonesia digemparkan oleh penemuan beras plastik yang telah beredar di pasar.

Tidak sampai disitu, dunia politik negeri tak kunjung kepas dari persoalan. Di bidang pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengalami goncangan dan baru saja kalah (lagi) dalam praperadilan. KPK seperti kehilanagn taji. Ada yang menilai bahwa KPK sekarang ini memiliki orang-orang yang tidak berintegritas dan tidak memiki kapabilitas yang mumpuni.

Melihat permasalahan bangsa yang semakin kompleks tersebut, perlu kita ingat kembali bahwa Indonesia akan mengalami apa yang disebut dengan bonus demografi. Bonus demografi ini terjadi akibat banyaknya penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) dibanding usia non-produktif. Bagaikan pisau bermata dua, bonus demografi memang keuntungan tersendiri bagi Indonesia jika pemerintahnya mampu mengelola dengan baik. Roda kehidupan dari berbagai sektor baik sosial, ekonomi politik, budaya dan tentu Sumber Daya Manusia (SDM) akan berkembang. Produktivitas negara pun akan meningkat.

Namun, dengan melihat angka Indeks persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang masih tergolong rendah, menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia masih berlangsung masif. Berkah bonus demografi menjadi hilang potensinya untuk kita manfaatkan jika korupsi masih membati buta. Menurut Sonny Harry B (2015) jika tingkat korupsi Indonesia pada masa bonus demografi masih tinggi justru akan menimbulkan instabilitas politik. Korupsi mengurangi kesempatan kerja karena persaingan yang ketat, lebih dari itu korupsi mendrong adanya kesenjangan akibat pembangunan lebih dinikmati kelompok menengah ke atas. Instabilitas politik juga berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia mengalami penurunan.

Melihat tantangan Indonesia dalam menghadapi bonus demografi, sudah seharusnya pemerintah menyusun strategi dalam pemberantasan korupsi. Karena korupsi berimplikasi terhadap kehidupan bangsa Indonesia ke depan. Sudah semestinya bonus demografi dijadikan momentum Indonesia untuk memajukan pembangunan yang merata di setiap wilayah dengan bersama-sama melawan segala bentuk upaya dan tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline