Berlanjutnya tensi geopolitik konflik Rusia-Ukraina dan Amerika-China yang belum juga teratasi, perubahan iklim yang ekstrem, dan kenaikan suku bunga mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 lebih rendah dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 3,4%. Dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2023, IMF masih tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 sebesar 3%. Perekonomian global tahun 2023 dinilai masih dapat bertahan ditopang oleh sektor jasa. Akan tetapi, mulai memanasnya konflik Israel-Palestina dan El-Nino yang lebih panjang dari perkiraan memicu perekonomian global semakin mengalami ketidakpastian.
Perubahan iklim El-Nino yang cukup ekstrem dan lebih panjang dari perkiraan, mengancam penurunan produktivitas sektor pertanian semakin dalam akibat kekeringan dan kebakaran lahan. Selain itu, semakin banyaknya jumlah negara yang menutup keran ekspor pangannya, memicu kenaikan harga pangan global. Dilansir dari Kompas.com (29/9), Presiden Jokowi menyebutkan sebanyak 22 negara memutuskan menutup pintu ekspor pangan salah satunya komoditas beras, diantaranya Uganda, Rusia, Bangladesh, India, Pakistan, dan Myanmar. Inflasi pangan membayangi kondisi global yang dapat berdampak pada Indonesia.
Pemerintah perlu memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan BI selaku otoritas moneter untuk pengendalian inflasi. Sebab setiap pihak tidak dapat melakukan pengendalian inflasi sendirian, namun memerlukan kerjasama dengan pihak lainnya. Lidi tidak akan berfungsi maksimal bila hanya satu, namun akan sangat berguna ketika banyak lidi saling terikat.
Upaya Menjaga Stabilitas Harga Beras
Kebijakan KLM dalam bauran kebijakan BI bagi perbankan yang mendukung UMKM dan Ultra Mikro (UMi) dapat tepat sasaran dalam jangka panjang. Kebijakan hilirisasi non minerba terutama untuk komoditas strategis pangan seperti padi/beras yang ditujukan bagi UMKM dan UMi. Pemberian pembiayaan sampai dengan Rp20juta cukup membantu UMi di sektor pertanian.
Di sisi lain, pemerintah harus dapat menjaga tingkat harga beras di pasar. Memantau perkembangan harga di pasar dan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang berupaya menaikkan harga terlalu tinggi. Pemerintah perlu menjaga ketersediaan stok pangan khususnya beras yang merupakan komoditas strategis. Melakukan pemantauan terus menerus terhadap pasokan pangan strategis melalui neraca pangan nasional. Pemerintah dibantu POLRI dan TNI juga perlu menjaga distribusi pangan guna terhindar dari tersendatnya proses pengiriman stok pangan.
Sinergi dan Koordinasi
Untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2023 sebesar 3%+1%, BI terus bersinergi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Penguatan GNPIP dapat dilakukan melalui berbagai kanal di berbagai daerah seperti TPIP dan TPID, satgas pangan, dan sebagainya.
Adapun tujuh program unggulan GNPIP yaitu 1) pelaksanaan kegiatan operasi pasar/pasar murah sebagai upaya stabilisasi pasokan dan harga pangan, 2) penguatan ketahanan pangan strategis, 3) perluasan Kerjasama Antar Daerah (KAD), 4) dukungan subsidi ongkos angkut, 5) peningkatan pemanfaatan alsintan dan saprotan, 6) penguatan infrastruktur Teknologi, Informasi, Komunikasi (TIK), 7) penguatan koordinasi dan komunikasi untuk menjaga ekspektasi inflasi.
Di sisi lain, para Kepala Daerah yang baru terpilih di berbagai daerah harus dapat memahami pentingnya tugas perwakilan BI di daerah sebagai kepanjangan tangan BI Pusat untuk menjaga kestabilan inflasi pangan. Sehingga tercipta sinergi dan koordinasi yang kuat diantara pemangku kepentingan di daerah.