Lihat ke Halaman Asli

Kapitasi: Antara Reward, Kewajiban dan Tuntutan

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sudah 1,5 tahun program JKN diluncurkan di Indonesia. Sejak itu pula seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas merasakan “kecipratan” rezeki dari pemerintah melalui BPJS. Entah berapa pun itu jumlahnya, tetapi rasanya cukup untuk menambah semangat dan membuat tersenyum bagi kebanyakan nakes di Puskesmas. Pemerintah pasti senang melihat tenaga kesehatan di negara ini lebih sejahtera, tetapi jangan terlalu senang dulu..... Puskesmas tidak boleh terlena dengan jumlah kapitasi yang diterima selama ini. Karena mulai tahun 2015 ini BPJS mengimplementasikan pembayaran kapitasi berbasis kinerja (Pay Performance) bagi seluruh FKTP/puskesmas. Walaupun penerapannya menuai pro dan kontra tetapi pada awal tahun 2015 Pembayaran kapitsi berbasis kinerja telah di uji coba di tiga kota di Sumatera yaitu Padang, Pekanbaru, dan Jambi. Cara seperti ini dilakukan BPJS untuk menerapkan kendali mutu dan kendali biaya secara optimal.

Dalam Permenkes no 69/2013, Kapitasi 2014 dibayarkan sesuai dengan hasil seleksi dan kredensial FKTP berdasarkan jumlah ketersediaan tenaga kesehatan yang ada (Dokter & Dokter Gigi). Sedangkan pada tahun 2015 ini, BPJS menggunakan Permenkes No 59/2014 yang akan membayarkan kapitasi berdasarkan sumber daya manusia, kelengkapan sarana prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Maka berdasarkan permenkes ini fokus Indikator Kapitasi Berbasis Kinerja akan dinilai berdasarkan Angka Kontak Komunikasi, Rasio Rujukan Rawat Jalan Non Spesialistik, Rasio Kunjungan Rutin Peserta Prolanis ke FKTP. Tetapi jangan khawatir, walaupun kapitasi dibayarkan berdasarkan kinerja tetapi akan tetap berada pada rentang yang ditetapkan, tidak dibawah atau pun melebihi dari yang ditetapkan.

Apa artinya......?? Ini artinya puskesmas harus terus berbenah. Walaupun harus diakui sudah banyak kemajuan yang dicapai oleh puskesmas di era JKN, tetapi perbaikan pelayanan harus terus dilakukan. Kompetensi dokter dan tenaga kesehatan harus terus ditingkatkan, sarana dan prasarana harus terus dilengkapi, untuk meminimalisir angka rujukan ke Rumah Sakit. Tetapi jangan 100% mempermasalahkan “kemampuan” dokter puskesmas dalam merujuk, karena ada beberapa kasus yang tercantum dalam 155 diagnosa tetapi sebenarnya perlu ditinjau ulang karena bukan termasuk kompetensi layanan primer. Seperti Katarak dan Epilepsi, yang memang harus dirujuk karena mau diapakan di puskesmas?? Belum lagi BPJS tidak paham dengan rewelnya masyarakat yang khusus datang ke Puskesmas karena ingin berobat di rumah sakit dan ditangani oleh dokter spesialis. Sulitnya edukasi dan memberi pemahaman kepada pasien adalah salah satu hal yang membuat seringnya terjadi adu argumentasi antara nakes dan pasien sehingga akhirnya pasien dirujuk ke Rumah Sakit.

Dari segi sarana dan prasarana puskesmas juga harus terus ditingkatkan. Puskesmas harus “memberanikan diri” dalam memanfaatkan dana kapitasi sesuai dengan aturan, untuk melakukan berbagai perubahan, mulai dari melakukan berbagai pengadaan alat kesehatan dan renovasi bangunan puskesmas supaya puskesmas terlihat lebih “cantik” dan layak dikunjungi.

Selain angka rujukan, angka kontak dengan peserta merupakan salah satu indikator yang dinilai dalam Pembayaran Kapitasi Berbasis Kinerja. Tenaga kesehatan tidak boleh hanya menunggu pasien yg datang berobat ke puskesmas saja tetapi juga harus jemput bola dan lebih “giat” melakukan kunjungan ke posyandu, kunjungan & memeriksa pasien prolanis, home visit, kunjungan ibu hamil, dan komunikasi . Ini adalah upaya yang wajib dilakukan untuk meningkatkan angka kontak dengan peserta terdaftar.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan, yaitu mengenai tertib administrasi. Semua kegiatan yang telah disebutkan tadi yakin sudah dilakukan oleh nakes di puskesmas, tetapi melakukan pencatatan dan pelaporan secara on line dan manual terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan adalah menjadi hal yang penting serta menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas. Karena melalui tertib administrasi BPJS dapat menilai baik atau buruknya kinerja tenaga kesehatan puskesmas.

Semua tuntutan BPJS untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka memenuhi indikator-indikator tersebut dan meningkatkan kinerja menjadi “PR” bagi puskesmas agar besaran kapitasi tidak dikurangi. Apabila indikator tersebut tidak dipenuhi, maka kapitasi akan dikurangi mulai dari Rp 500 sd 1500 dikalikan jumlah peserta terdaftar. Sudah pasti merupakan angka yang cukup besar bagi puskesmas. Ribet....?? Memang sangat ribet. Tetapi percayalah bahwa pemerintah melalui BPJS menerapkan ini demi meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Kapitasi akan menjadi “buah” dari tuntutan dan kewajiban yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Ayoo...berbenahlah puskesmas demi sebuah reward yang bernama “kapitasi”.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline