Sidney Sheldon, seorang penulis sekaligus produser TV asal Amerika Serikat, pernah menyebutkan yang dalam versi terjemahan artinya serupa dengan, “Kematian adalah ketakutan manusia nomor dua. Yang pertama adalah wicara publik!”
Saya tergelitik ketika pertama kali membaca kalimat tersebut karena memang dulunya begitu takut ketika harus mempraktikkan wicara publik (public speaking) di depan begitu banyak orang. Butuh waktu lama untuk melatih diri agar setidaknya tidak begitu panik sebelum melakukan kegiatan yang melibatkan keterampilan wicara publik. Hingga sekarang, masih ada perasaan gugup sebelum saya melakukan kegiatan wicara publik, yang saya anggap sebagai tanda bahwa saya mengemban tanggung jawab pada tugas yang akan saya lakukan.
Kemampuan wicara publik seorang humas menjadi semakin krusial karena sesuai dengan nama posisinya, berhubungan dengan masyarakat membutuhkan kemampuan komunikasi wicara publik yang baik. Kemampuan wicara publik harus diterapkan sesuai dengan situasi ketika melaksanakan kegiatan berkomunikasi dengan masyarakat. Tidak selalu terjadi secara formal, komunikasi dengan masyarakat juga sering terjadi secara kasual, moderat, santai, atau bahkan berduka. Kemampuan wicara publik seorang humas tidak hanya melibatkan keterampilan berbicara, tetapi juga kepekaan untuk beradaptasi dengan suasana yang sedang berlangsung pada waktu dan tempat tertentu. Oleh karena itu, memilih seseorang menjadi seorang humas sangat berpotensi menjadi proses seleksi yang kompleks.
Dalam menyeleksi seorang staf humas pada rekrutmen pekerjaan, kemampuan wicara publik menjadi salah satu aspek utama yang harus dimiliki calon pekerja. Ada berbagai cara untuk mengetahui kemampuan wicara publik seseorang, termasuk dengan mempraktikkan kegiatan yang melibatkan kemampuan wicara publik secara langsung. Aspek-aspek yang akan ditelaah tentu tidak sebatas kelancaran berbicara saja, tetapi juga penggunaan intonasi, kejelasan artikulasi, ekspresi wajah, proporsi gestur, dan faktor-faktor pendukung lainnya. Kepekaan seseorang dalam membaca dan membawa situasi ke arah yang tepat atau kondusif juga menjadi faktor yang tidak kalah penting untuk dinilai. Tingginya jam terbang seorang pembicara publik juga menjadi faktor bahwa seorang pembicara publik memiliki ketenangan ketiga melaksanakan kegiatannya.
Humas, pada kegiatan kerja yang melibatkan kemampuan wicara publik, juga memerlukan ketenangan tersebut. Tidak hanya untuk melaksanakan berbagai tugas kehumasan, kemampuan wicara publik juga dibutuhkan untuk keperluan pengembangan profesi humas. Partisipasi pada berbagai pelatihan, seminar, lokakarya, dan sebagainya adalah salah satu contoh bahwa kemampuan wicara publik perlu terus diasah guna mendukung pengembangan profesi humas. Partisipasi yang dimaksud tidak selalu sebagai peserta, namun juga ketika menjadi pewara maupun pemateri atau narasumber. Dengan didukung oleh kemampuan wicara publik yang mumpuni, pengembangan profesi humas juga bisa menjadi maksimal.
Kemampuan wicara publik dan profesi humas adalah dua hal yang terkait erat. Pada era yang kemajuan teknologinya semakin cepat di tengah masa pandemi, kemampuan wicara publik semakin diperlukan pada berbagai kegiatan yang semakin banyak berlangsung secara daring. Peran humas dalam bertugas yang membutuhkan kemampuan wicara publik sangat diandalkan sehingga kemampuan ini harus terus ditingkatkan agar seluruh kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Saya pun masih terus berusaha berlatih dan menambah jam terbang untuk kegiatan yang menerapkan kemampuan wicara publik. Mengasah diri sendiri agar semakin mampu berbicara di depan publik dengan baik adalah keinginan pribadi saya yang terus saya usahakan.
Tulisan ini merupakan adaptasi dari opini yang sudah dimuat di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H