Gili Labak, nama ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Yang saya tahu adalah trio gili di Lombok: Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air. Jadi sewaktu suami mengajak liburan ke Gili Labak, saya pikir tempat ini berada di Lombok. Ternyata tidak. Gili Labak berada di kawasan Pulau Garam alias Madura, tepatnya di Desa Kombang, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep. Suami yang jago provokasi menyatakan Gili Labak sangat bagus, bisa snorkeling. Terpikatlah saya.
Walau liburan kali ini dibayangi kekhawatiran efek badai tropis Yvette yang mengakibatkan hujan deras, angin kencang, petir dan gelombang laut yang tinggi yang terasa di Jawa Timur bagian Timur dan Selatan, Bali, NTB dan NTT, dan gelombang Laut Jawa dapat naik hingga 2,5-4m, dengan memantau sikon, kami tetap berangkat pada hari Jumat 30 Desember 2016 sekira pukul 9 malam bertujuh: saya dan suami ~ mas Pupung, Wisnu yang nyetiri mobil dan istrinya Imey, Lisa, Rangkok dan putrinya yang pintar Nawang.
Perlengkapan yang kami bawa perlengkapan safety standard suami, yaitu pelampung yang kami sewa dari DoRent ~ rental outdoor equipment langganan di Malang, payung atau topi rimba untuk mengurangi panas yang menyengat di pantai, jas hujan, sandal gunung untuk melindungi kaki dari bulu babi, perlengkapan snorkeling, air mineral, snack dan bantal supaya nyaman di perjalanan.
Perjalanan dari Malang ke Sumenep nggak jadi masalah karena kami sudah pernah ke sana beberapa kali, tetapi arah ke Gili Labaknya itu yang belum tahu sehingga beberapa hari sebelum berangkat suami secara intensif berkomunikasi pegiat Ekowisata Madura yang sangat faham akan Gili Labak, yaitu mas Fadil.
Karena long weekend dan menjelang tahun baru, kendaraan dari arah Surabaya ke Malang tampak berjejal-jejal memenuhi jalan. Sebaliknya, perjalanan kami lancar.Kendaraan tidak terlalu padat. Kami memang berlibur ke tempat yang tidak terlalu touristik supaya tidak terkena macet. Macet hanya di Sampang, itu pun akibat truk yang terguling.
Sebelum berangkat saya sudah berniat tidur selama perjalanan, dan terkabul. 'Tewaslah' saya selama di perjalanan. Tahu-tahu terbangun mendengar suara suami yang menelpon mas Fadil menanyakan arah yang harus kami tuju. Ternyata sudah benar, kami sudah memasuki Saronggi tapi belum menemukan lokasi yang dituju. Langit masih gelap, sekitar jam 4 pagi. Kebetulan di sebelah kiri jalan terdapat masjid, Al Ittihad namanya. Berhentilah kami supaya tidak tertinggal sholat subuh. Seusai sholat dan keluar dari masjid, seorang ibu yang juga baru selesai sholat dan masih mengenakan mukenanya menyapa dan bertanya, darimana.
Dari Malang, jawab saya.
Mau kemana, tanya ibu itu lagi.
Mau ke Gili Labak.
Ada apa di Gili Labak? Tadi juga banyak rombongan yang mau pergi ke sana, tanya si ibu heran dengan logat khas Maduranya.
Pemandangannya bagus buk, kami ingin menikmati.