Lihat ke Halaman Asli

Belajarkan Anak dengan Otak

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tiga Tingkatan Otak

Otak terdiri dari otak reptil, sistem limbik, dan neokorteks. Otak reptil berfungsi sebagai pusat kendali, sistem syaraf otonomi, dan untuk mengatur fungsi utama tubuh. Juga mengatur reaksi seseorang terhadap bahaya atau ancaman. Ketika otak reptil ini aktif,orang tidak akan bisa berpikir, yang bekerja adalah insting atau nalurinya. Otak reptil aktif bila seseorang kurang tidur, terancam, takut, stres, atau pada saat kondisi tubuh dan pikiran yang lelah. Peran otak ini adalah mengatur kebutuhan akan keluarga, strata sosial dan rasa memiliki. Otak mamalia juga memberikan arti pada suatu emosi atau kejadian (sosial dan emosional). Selain juga berperan dalam mengendalikan sistem kekebalan tubuh, hormon dan memori jangka panjang. Sistem limbic di dalam otak mamalia berperan sebagai saklar untuk menentukan otak mana yang akan aktif, otak reptil atau otak neo cortex. Bila seseorang dalam keadaan tegang, stres, takut atau marah, maka informasi yang diterima otak akan di teruskan ke otak reptil. Dan bila seseorang dalam keadaan bahagia, tenang, dan rilex, maka otak neo cortex akan aktif dan dapat di gunakan untuk berpikir.
Otak neo cortex ini merupakan 80% dari total otak manusia dan di sebut juga otak berpikir. Otak ini yang paling tinggi dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir abstrak dan dapat memecahkan masalah Di dalam otak neo cortex ini, terdapat empat lobus atau cuping yang mempunyai tingkatannya karena fungsi berbeda.Pada bagian depan (belakang kening), terdapat lobus frontal atau frontal cortex yang merupakan pusat kendali otak, mengawasi proses berpikir tingkat tinggi, memikirkan langkah pemecahan masalah, dan mengatur sistem emosi kita. Juga berhubungan dengan kepribadian kita.
Proses pendidikan mestinya mengembangkan setiap bagian otak. Jika proses pembelajaran mampu mencapai otak neokorteks, maka otak reptil dan sistem limbik akan terkembangkan. Namun, pembelajaran yang hanya menyentuh otak limbik apalagi otak reptil belum tentu neokorteks akan terkembang. Dengan demikian, pembelajaran mestinya mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan fungsi neoikorteks, melalui pengenbangan berbahasa, memecahkan masalah, dan membangun kreasi.
Keberbakatan
IQ boleh dikatakan sebagai modal awal sebuah bakat. Namun, tak selamanya siswa berbakat memiliki IQ di atas rata-rata, karena terdapat faktor emosi yang ikut berperan untuk mengembangkan bakat yang dia miliki. Fakta memperlihatkan bahwa orang tua lebih mengutamakan peningkatan intelektualitas semata berupa konsumsi untuk daya pikir sehingga cenderung mengacaikan kemampuan emosionalnya. Padahal bakat yang siswa miliki tidak terbatas hanya pada satu keahlian, namundapat berupa kecerdasan ganda yang dilandasi paradigma bahwa setiap manusia terlahir membawa potensi genius. Potensi genius tersebut yaitu kekaguman, curiosity, spontanitas, vitalitas, fleksibilitas yang dapat diperoleh tanpa pendidikan formal. Sehingga tak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang menonjol pada satu atau beberapa jenis kecerdasan. Hal ini akan merujuk pada kecenderungan sebuah keadilan akan penghargan potensi individu yang beraneka ragam namun sederajat. Selain berhubungan dengan intelektual, kreativitas, dan emosi, factor yang paling dominant adalah berupa gen dari orang tua. Sekitar 60 % bakat seseorang berasal dari orang tua, selebihnya dipengaruhi oleh lingkungan.

Model Belajar Otak

Otak kita bersifat plastis, artinya semakin banyak kita isi, otak akan semakin mekar. Dalam otak kita terdapat berbagai macam informasi yang bisa bersifat short term memory dan long term memory. Informasi yang bersifat long term memory artinya dapat bertahan lama di otak atau pada saat-saat tertentu ketika dibutuhkan akan dengan cepat kita ingat. Menghapal merupakan salah satu metode belajar. Selama ini banyak dari kita yang masih menggunakan metode tersebut. Menghapal bukanlah suatu kesalahan atau kebodohan. Dalam hal ini, saat kita memahami sesuatu tentu saja itu karena kita ingat akan hal-hal yang berhubungan dengan hal yang bersangkutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline