Lihat ke Halaman Asli

Pengampunan, Jalan Sepi dan 'Lemah' Pilihan Keluarga Ade Sara Korban Pembunuhan.

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Saya minta pembunuhnya dihukum seberat - beratnya." " Nyawa harus diganti dengan nyawa. Harus dihukum mati!" Ungkapan - ungkapan demikian juga ungkapan - ungkapan senada yang mencerminkan kemarahan, sakit hati dan dendam dari keluarga korban pembunuhan hal yang lumrah kita dengar. Bahkan kemarahan, dendam dan sakit hati itu sampai dibawa ke ruang sidang pengadilan. Tak jarang aparat sampai harus turun tangan untuk melindungi tersangka dan keluarga pelaku lainnya. Pertikaian lanjutan pun acap kali terjadi. Dan kita sepertinya mahfum akan hal itu. Itu suatu kewajaran manusiawi yang bisa kita terima.

Namun kemarin masyarakat bisa melihat sesuatu yang berbeda. Masyarakat diperlihatkan suatu pilihan batin yang penuh iman.  Iman yang tumbuh dari keyakinan yang dihidupi dan menjadi pondasi hidup. Ya ... Keluarga Pak Suroto. Keluarga Ade Sara Angelina Suroto yang menjadi korban pembunuhan sadis oleh mantan pacarnya sendiri yang masih berumur 19 tahun.

Rasa sakit hati, rasa marah dan rasa kehilangan yang secara manusiawi pasti berkecamuk di dada pasutri ini setelah menyaksikan putri semata wayangnya terbujur kaku di ruang jenazah. Apalagi putrinya meninggal karena dibunuh dengan cara yang keji. Semua orang tua pasti bisa membayangkan betapa hancur hatinya, melihat darah dagingnya mengalami kematian dangan cara demikian.

Tapi di sinilah titik pembeda bermula. Kata orang pintar, kualitas seseorang itu akan terlihat saat masalah menyelimutinya. Saat banyak keluarga yang mengalami keadaan serupa, larut dalam kemarahan, dendam dan sakit hati, keluarga Pak Suroto ini tidak. Terang iman yang dihidupi oleh keluarga, memberikan jalan berbeda. Jalan aneh yang tidak banyak dipilih oleh orang. Jalan yang tidak populer. Jalan yang  terlihat lemah dan kalah. Jalan yang terkesan bodoh. Jalan yang menentang suara keras dari kesadarannya saat ini, yaitu jalan pengampunan. Keluarga ini memilih mengampuni ke dua pembunuh anaknya saat itu juga, sebelum jasad anaknya masuk ke liang kubur.

Jalan pengampunan itu jalan terindah. Namun untuk bisa memilih itu jelas tidak mudah. Mengampuni bukan berarti membuang dan melupakan rasa kehilangan, rasa marah, rasa sakit yang dialami. Untuk bisa mengampuni orang justru harus berani menerima dengan kesadaran penuh akan rasa kecewa, marah, kehilangan, sakit hati dan lain - lainnya. Penerimaan penuh adalah titik awal dari tumbuhnya benih pengampunan. Karena pengampunan harus tulus dari dasar hati terdalam. Namun memang manusia tak bisa sendiri. Sebagai orang beriman, peran yang Kuasa adalah sumbernya. Kekuatan yang Maha Kuasa, yang tiada mustahil itulah sumber yang utama. Pertemuan dua kehendak inilah yang melahirkan pewahyuan yang menyelamatkan.

Pilihan ini pilihan orang beriman. Keluarga ini mengimani  kematian bukan akhir. Ada kehidupan baru yang harus segera disongsong anak tercintanya. Dan orang tua harus terus memberikan cintanya, agar dikehidupan baru anaknya bahagia. Caranya orang tua harus rela dan tulus melepaskan anaknya. Tak boleh ada dendam dan kemarahan, kehilangan dan kebencian yang terus disimpan, termasuk kepada dua remaja pembunuhnya, karena itu akan menawan anaknya dalam cinta yang tak sampai. Hanya itu pilihan terbaiknya!

Selamat jalan Ade Sara, selamat menyongsong kehidupan barumu dengan gembira, sebab kedua orang tuamu telah memilih jalan terang. Jalan iman akan kehidupan kekal. Berbanggalah engkau dengan kedua orang tuamu, karena imannya yang luar biasa, telah menghantarkanmu menuju hidup baru. Pak Suroto sekeluarga, kami berterima kasih untuk teladanmu. Kemarahan, kehilangan dan sakit hati tak mampu meruntuhkan imanmu. Engkau tak mau terbakar amarah dan nafsu yang menghancurkan, tetapi memilih jalan pengampunan. Jalan sepi dan seperti kelemahan yang justru menghidupkan yang membawa ' kemenangan' dan kebahagiaan. Semoga teladanmu bisa menjadi lilin kecil penerang agar kami tak terbakar amarah dan dendam yang setiap saat siap menerkam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline