Lihat ke Halaman Asli

Feminisme dan Stigma Victim Blaming pada Kasus Pelecehan Seksual

Diperbarui: 2 Maret 2022   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerakan feminisme hadir untuk menyelesaikan berbagai masalah terutama bagi perempuan. Budaya patriaki sudah sangat mengental di negeri ini. Permasalahan pelecehan seksual dari tahun ke tahun masih tetap saja sama, masih tetap kurang mendapatkan perlindungan hukum. 

Laki-laki yang memiliki uang dan kekuasaan seakan menang dalam segala hal. Ketika laki-laki melakukan kesalahan dianggap hal yang wajar, sebaliknya perempuan melakukan kesalahan dianggap hal yang memalukan. Begitu miris negeri ini, pelecehan seksual hadir dimana saja, seperti tidak ada ruang aman bagi perempuan. 

Orang terdekat pun terkadang awal dari kekejaman itu, pelecehan seksual bisa terjadi di sekitar kita, ayah yang menjadi laki-laki pertama yang dianggap penolong dan ruang aman, tapi kenyataannya ialah yang melakukan hal yang menjijikan itu (pelecehan seksual). 

Pertanyaannya, dimana ruang aman bagi perempuan? Sepertinya tidak ada. Pelecehan seksual sering kali dilakukan oleh saudaranya sendiri, paman, kakek, tetangga bahkan kekasihnya sendiri. Ini baru di lingkup terdekat. Bagaimana dengan lingkup yang lebih luas, misalnya seperti di jalan, di sekolahan, di kampus atau bahkan di kantor tempat ia bekerja.

Kontruksi masyarakat yang diakibatkan oleh kentalnya budaya patriarki di negeri ini mengakibatkan perempuanlah yang tetap dianggap bersalah ketika terjadi pelecehan seksual. Perempuan dianggap penggoda, perempuan yang terlalu terbuka pakaiannya, perempuan yang keluar malam, perempuan yang tak bisa menjaga diri. 

Perempuan yang menjadi korban tapi perempuan juga yang disalahkan. Perempuan seperti tidak punya payung hukum yang kuat. Ketika mereka melaporkan ke pihak berwajib, yang ditanyakan pertama oleh polisi adalah pakaianmu seksi atau tidak? Bukankah berpakaian itu hak semua manusia tidak memandang dia laki-laki atau perempuan. Begitu jelas wanita yang dipojokkan atas kasusnya.

Perempuan yang mengalami pelecehan seksual sudah tergoncang jiwanya, namun masyarakat tidak memberikan dukungan padanya justru menjatuhkan begitu kerasnya. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya korban yang tak berani untuk bersuara karena mereka tak punya daya. 

Inilah negeri kita tercinta yang lemah akan semakin lemah dan yang kuat semakin berkuasa. RUU PKS juga tak segera disahkan oleh parlemen Negara. Padahal RUU PKS adalah salah satu cara membantu para korban pelecehan seksual. Seakan hal tersebut tidak penting bagi Negara, atau justru para penjabat negeralah yang sering melakukan hal serupa, sehingga RUU PKS tak segera disahkan oleh Negara.

Feminisme adalah ideologi yang memandang kesetaraan gender. feminisme bukan lah paham yang membenci laki-laki, namun melawan paham Patriarki. Patriarki merupakan salah satu budaya di mana kedudukan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. 

Feminisme merupakan suatu gagasan yang sudah ada sejak zaman dahulu, sayangnya konsep ini belum bisa diterapkan dengan baik. Gagasan feminisme selama ini cenderung masih pasif, terbukti masih terdapat gap yang terjadi antara inferior dan superior, dimana laki-laki masih hadir sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. 

Laki-laki masih tetap unggul di segala bidang, termasuk pada pelecehan seksual, dimana laki-laki tetap yang benar dan wanita yang menjadi korban ialah yang dianggap bersalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline