Lihat ke Halaman Asli

Tri AyuYuniyanti

Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku

Membangun Kemampuan Berkolaborasi Antar Tenaga Kesehatan Melalui Interprofessional Education (IPE)

Diperbarui: 4 Mei 2023   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tenaga kesehatan adalah professional dengan berbagai tingkat keahlian yang dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di era seperti saat ini. Pelayanan bermutu dapat dicapai melalui praktek kolaborasi antar tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, sanitarian, dokter gigi, bidan, apoteker, dietisien, dan kesehatan masyarakat. Namun, dalam pelaksanaannya sering kali ditemukan adanya tumpang tindih tindakan atau pelayanan antar profesi akibat kurangnya komunikasi. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pelayanan, lama hari rawat, dan keselamatan pasien (patient safety). Kurangnya komunikasi terjadi karena tidak adanya pendidikan atau pelatihan tentang penerapan kolaborasi antar tenaga kesehatan.

Kolaborasi antar tenaga kesehatan bertujuan untuk membahas berbagai masalah kesehatan pasien yang semakin kompleks dan membutuhkan penanganan yang terintegrasi, utuh serta berkesinambungan. Mengingat pentingnya kolaborasi tersebut, maka diperlukan suatu strategi pembelajaran yang terintegrasi antar tenaga kesehatan. Untuk itu, World Health Organization (WHO) menawarkan  metode Interprofessional Education (IPE).

Konsep pembelajaran ini menjadi trend dan dieksplorasi dalam dunia pendidikan kesehatan baik di luar negeri maupun di Indonesia, merupakan langkah penting dalam menyediakan tenaga kerja yang siap bekerjasama untuk menanggapi kebutuhan kesehatan dilingkungan sekitarnya. IPE adalah metode pembelajaran yang terintegrasi antar mahasiswa profesi kesehatan satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta hubungan kolaboratif positif antar profesi kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.  Lapkin et al (2013) menyatakan bahwa implemetasi IPE dalam kurikulum Pendidikan Kesehatan memiliki sejumlah fokus utama, yaitu 1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mahasiswa dalam praktik kolaborasi antar profesi; 2) metode pembelajaran tentang bagaimana menciptakan kolaborasi yang efektif  dalam sebuah tim, dan 3) menciptakan kerjasama yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.

Perlu diingat bahwa, implementasi IPE ini harus dimulai pada tahap awal akademik maupun praktik klinik (rumah sakit dan komunitas) sehingga mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan dan menciptakan kerjasama yang lebih baik dalam sebuah lingkungan kerja yang terintegrasi.  Perbedaan kurikulum dan dinamika pembelajaran merupakan tentangan tersendiri dalam penerapan IPE sehingga perlu dikembangkan standar pembelajaran pedagogi yang sejalan dengan outcome.

Metode pembelajaran dan topik yang menarik dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran IPE, meliputi topik-topik yang memungkinkan untuk mengembangkan kerja tim seperti konsep kolaborasi, masalah kesehatan global, masalah bencana, serta upaya promotif dan preventif pada tatanan pelayanan klinis dan komunitas. Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam penerapan IPE antara lain: exchange-based learning, action-based learning atau problem-based  learning  (PBL), observational-based learning, simulation based-learning, interprofessional-practice-based learning.

Namun sangat disayangkan, implementasi IPE di institusi-institusi Pendidikan Kesehatan masih belum konsisten disebabkan kurangnya komitmen antara institusi pendidikan dan lahan praktek, rumitnya birokrasi serta administrasi. Selain itu, perbedaan kurikulum, penanggalan akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian professional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, logistik, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu, keraguan, perbedaan kerangka pikir dan pergeseran budaya juga dapat menghambat kontuinitas penerapan IPE. Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini agar kompetensi IPE dapat tercapai.

Akademisi dan praktisi kesehatan memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengembangkan IPE baik melalui pendidikan dan pelatihan bagi mahasiswa kesehatan dengan kompetensi layanan berbasis tim. Untuk menunjang proses ini, baik pemerintah, akademisi, praktisi dan pembuat kebijakan harus menetapkan visi dan misi yang jelas tentang pendidikan dan program kesehatan berbasis kolaborasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline