Lihat ke Halaman Asli

TRI WULANDARI

MAHASISWA

Teori psikososial Erik Erikson

Diperbarui: 17 Januari 2025   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Teori psikososial Erik Erikson adalah salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan yang menggambarkan delapan tahap perkembangan psikososial sepanjang hidup manusia. Setiap tahap ini melibatkan tantangan atau krisis psikososial yang harus dihadapi oleh individu untuk mencapai perkembangan yang sehat. Erikson berpendapat bahwa setiap tahap berhubungan dengan aspek sosial dan emosional yang mempengaruhi pembentukan identitas dan kesejahteraan psikologis seseorang.

Berikut adalah penjelasan mengenai  delapan tahap psikososial menurut Erik Erikson:

1. Tahap 1: Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (Infancy - 0 hingga 1 tahun)

Pada tahap ini, bayi mulai mengembangkan rasa kepercayaan terhadap dunia dan orang-orang di sekitarnya, terutama pengasuh atau orang tua. Jika pengasuh memenuhi kebutuhan bayi dengan konsisten, bayi akan merasa aman dan percaya pada lingkungan mereka. Sebaliknya, jika kebutuhan bayi tidak dipenuhi atau ada pengabaian, bayi akan merasa tidak aman dan berkembang rasa ketidakpercayaan terhadap orang lain dan lingkungan.

2. Tahap 2: Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (Awal Kanak-Kanak - 1 hingga 3 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai belajar kemandirian, seperti berjalan, berbicara, dan mengontrol tubuhnya. Mereka ingin melakukan hal-hal sendiri dan mengembangkan rasa otonomi. Namun, jika orang tua atau pengasuh terlalu mengontrol atau terlalu banyak memberi perintah, anak dapat merasa malu atau ragu pada kemampuan mereka. Pengasuhan yang mendukung dan memberi kebebasan memungkinkan anak berkembang dengan rasa otonomi yang sehat.

3. Tahap 3: Inisiatif vs. Rasa Bersalah (Kanak-Kanak Tengah - 3 hingga 6 tahun)

Pada usia ini, anak-anak mulai aktif mengeksplorasi lingkungan mereka dan mengembangkan inisiatif dalam aktivitas mereka, seperti bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya. Jika mereka mendapat dukungan dari orang tua untuk mengambil inisiatif dan berkreasi, mereka akan merasa mampu dan percaya diri. Namun, jika mereka dipandang salah atau dibatasi, mereka bisa merasa bersalah dan tidak berdaya dalam mengambil tindakan.

4. Tahap 4: Kerja Keras vs. Inferioritas (Sekolah Dasar - 6 hingga 12 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai belajar keterampilan akademik dan sosial yang penting, serta berinteraksi lebih intens dengan teman sebaya. Jika mereka berhasil dalam sekolah atau kegiatan sosial, mereka merasa kompeten dan memiliki harga diri yang positif. Sebaliknya, jika mereka merasa gagal atau tidak diterima, rasa inferioritas dapat berkembang, yang bisa menghambat rasa percaya diri mereka di masa depan.

5. Tahap 5: Identitas vs. Kebingungan Peran (Remaja - 12 hingga 18 tahun)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline