JAKARTA - Universitas Saintek Muhammadiyah (USM) menjadi tuan rumah pameran foto Taufan Al-Aqsa dan seminar internasional dengan tema "INDONESIA VOICE Memahami Gerakan Mahasiswa Dunia: Kemanusian dan Solidaritas Global Membela Kemerdekaan Palestina."
Acara ini diselenggarakan oleh Yayasan Peradaban dan Studi Peradaban (YPSP) berkolaborasi dengan Forum Komunikasi Mahasiswa Bela Palestina (FKMBP) dan BEM USM.
Pameran dua hari ini sejak tanggal 25-26 Juni 2024, menampilkan ratusan koleksi foto yang menggambarkan dampak dan korban dari agresi Israel. Foto-foto tersebut mencakup korban syuhada Palestina, termasuk jurnalis, perempuan, anak-anak, tokoh dan akademisi, serta tim SAR. Selain itu, ditampilkan juga dampak serangan Israel yang menghancurkan ratusan ribu bangunan dan fasilitas di Jalur Gaza, seperti rumah, gereja, masjid, sekolah, universitas, gedung pemerintah, dan rumah sakit.
Pada hari pertama pameran, Direktur YPSP, Dr. Ahed Abu Alatta, membuka acara. Sejumlah tokoh dan akademisi turut hadir, termasuk Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., pimpinan kampus USM, perwakilan FKMBP, dan Ketua BEM USM. Lebih dari 230 mahasiswa juga hadir dalam acara ini.
Dalam sambutannya, Ahed Abu Alatta menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa Indonesia yang kreatif dan inovatif sebagai agen perubahan dunia yang penting dalam menyuarakan kemanusiaan di Palestina.
"Kami mengapresiasi mahasiswa Indonesia yang selalu konsisten dalam menyuarakan isu kemanusiaan di Palestina. Saya mewakili mahasiswa dan masyarakat Palestina mengucapkan terima kasih dan salam hangat untuk mahasiswa Indonesia,"tuturnya.
Ketua BKSAP DPR RI, Dr. H. Fadli Zon, dalam pemaparannya, mengatakan bahwa gerakan mahasiswa di kampus-kampus besar Amerika dan Eropa adalah fenomena baru dan panggilan hati nurani.
"Gerakan mahasiswa dunia menentang kekejaman Israel belakangan ini memang luar biasa. Gerakan protes besar-besaran di dalam negeri Amerika sendiri, seperti gerakan kemah solidaritas Palestina di AS yang diikuti lebih dari 150 perguruan tinggi dan universitas serta ribuan mahasiswa AS, adalah bukti nyata," ujarnya.
Fadli Zon menjelaskan bahwa gerakan protes mahasiswa di AS dapat mengubah peta pengambilan keputusan oleh elit AS, termasuk membawa perubahan besar terhadap politik dalam dan luar negeri AS.