Lihat ke Halaman Asli

Bullying di Lingkungan Kampus: Kampus Seharusnya Menjadi Tempat Aman Bukan Memberi Ancaman

Diperbarui: 15 Oktober 2024   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bullying (Sumber: IDN Times)

Kampus harusnya menjadi tempat aman, bukan memberi ancaman. Kampus harus menjadi tempat yang aman dan positif bagi mahasiswa untuk belajar, berkembang, dan berinteraksi. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Bullying, yang seharusnya dianggap sebagai masalah di sekolah dasar atau menengah, tetapi telah menyebar ke lingkungan universitas. Di balik citra kampus yang progresif terdapat sisi gelap berupa perundungan, pelecehan, dan kekerasan emosional.

Apa itu bullying? Bullying adalah suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok, yang mampu menyerang psikologis korban, sehingga dapat memberi rasa trauma pada kejadian tersebut. Bullying dapat dikategorikan menjadi 5, yaitu kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menendang, dan merusak barang-barang orang lain), kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, mencela/ mengejek, merendahkan, mengganggu dan mengintimidasi), perilaku non verbal langsung (melihat dengan sinis, memasang muka yang merendahkan, dan menjulurkan lidah), perilaku non verbal tidak langsung (sengaja mengucilkan atau mengabaikan), dan pelecehan seksual.

Mengapa intimidasi masih terjadi di kampus? Salah satu penyebab utama masih terjadinya perundungan di kampus adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap masalah bullying. Banyak mahasiswa yang mengatakan bahwa bullying adalah "bagian dari kehidupan kampus" dan "normal," pandangan tersebut adalah pandangan yang salah dan berbahaya. Ketika intimidasi tidak terlihat oleh yang lain, hal itu menjadi hal biasa dan pelaku bullying menjadi lebih percaya diri dan tidak memiliki rasa bersalah sama sekali, atau malah merasa tindakannya benar. Kampus yang dianggap sebagai tempat perlindungan sering kali menjadi lingkungan yang haus akan kekuasaan, serta lingkungan dengan senioritas yang tinggi. Ketimpangan sosial, seperti perbedaan status sosial, gender, atau ras, dapat mendorong perilaku bullying. Mahasiswa yang memiliki tantangan sosial atau emosional dapat menjadi sasaran empuk bagi mereka yang merasa superior. Inilah alasan terciptanya lingkungan yang toxic dan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu.

Dampak perundungan di lingkungan tidak dapat diabaikan begitu saja. Mahasiswa yang pernah mengalami stres psikologis jangka panjang seringkali mengalami kecemasan, depresi, dan bahkan dapat mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD). Kualitas pendidikan mereka pun akan menurun, sehingga berdampak pada masa depan mereka. Ketika lingkungan belajar dipenuhi dengan rasa takut dan cemas, produktivitas dan kreativitas mahasiswa akan menurun. Dampak terburuk adalah intimidasi di kampus dapat merusak hubungan sosial di kalangan mahasiswa. Lingkungan yang penuh ancaman menyebabkan orang-orang menjadi menjauh, menarik diri, dan pada akhirnya kehilangan rasa persatuan dan kebersamaan yang seharusnya ada dalam suatu komunitas akademis.

Pihak kampus tentunya harus mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif. Institusi pendidikan harus melakukan yang terbaik untuk mendidik mahasiswa tentang penindasan dan dampaknya. Program pelatihan, seminar dan kegiatan yang mendorong cinta kasih dan kebersamaan hendaknya diadakan secara rutin. Selain itu, kampus harus memiliki mekanisme pelaporan yang aman dan efektif bagi korban penindasan untuk melaporkan pengalaman mereka tanpa rasa takut ataupun cemas. Penting bagi pihak kampus untuk mengambil tindakan melawan penindasan. Tindakan disipliner yang jelas dan konsisten, serta pernyataan sanksi bullying, dapat memberikan pesan bahwa perilaku tersebut tidak dapat diterima.

Kampus seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar dan berkembang, namun kenyataannya bisa berbeda. Bullying di kampus merupakan ancaman serius yang perlu segera diatasi. Seluruh pihak, mulai dari mahasiswa hingga pimpinan perguruan tinggi, harus bahu-membahu menciptakan lingkungan yang bebas permusuhan dan kekerasan. Kampus adalah tempat yang sering disebut sebagai rumah kedua, tidak seharusnya menjadi tempat yang memberi rasa trauma. Saatnya kita bersuara dan berkata "hentikan bullying di lingkungan kampus!"

Referensi: 

Freska, W. 2023. Bullying dan Kesehatan Mental Remaja. Bantul: CV. Mitra Edukasi Negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline