Lihat ke Halaman Asli

Twitting Mario Teguh dan Cerita Matahari

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tadinya, cerita tentang si tertuduh mata- mata pada perang dunia I, Matahari si femme fatale atau Margaretha Zelle -lah yang saya niatkan akan menjadi kandidat tulisan serial di kompasiana. Tidak hanya tentang si Matahari  saja tapi juga  saya ingin membandingkannya dengan wanita yang hampir satu generasi dengannya, yaitu Coco Chanel. Mereka makhluk serupa tapi tak sama. Terinspirasi oleh buku 'femme fatale' yang di tulis oleh Pat Shipman, maka saya sedemikian merencanakan tulisan serial tersebut, yang ternyata di tengah jalan terhadang oleh serial Semiologi Facebook.

Tapi di lain pihak, ada insentif lain yang membuat saya ingin berbagi tentang si Matahari ini. Yang pertama, minat pribadi pada dinamika kehidupan pasangan campuran, yang bila itu di kaitkan dengan konteks Bule Hidup di Indonesia, lebih banyak suara minornya. Kendati mario Teguh tidak menyinggung masalah tersebut, namun bagi saya, sentilan beliau adalah apa yang pernah seorang teman (bule) katakan pada saya tentang konsep "perempuan normal' di Indonesia. Yang tentu saja, dalam bahasa saya " perempuan yang di harapkan tidak membiasakan diri dengan kultur clubbing'. Artinya tidak mencandu kultur tersebut, kendati pernah mencoba atau mengetahui seluk beluk kehidupan pada kultur tersebut.

Belum lama ini juga terjadi pembicaraan dengan salah seorang murid yoga, dia mengatakan bahwa kakaknya (perempuan)  memiliki masalah dengan menikah, karena yang dia inginkan adalah menjadi pihak yang berkuasa, tidak perlu bekerja, namun mendapat kucuran materi terus menerus. Spontan saya mengatakan " ya kalau gitu jadi cabo saja"  (mistress, escort atau yang sejenisnya). Tentu saja, semua yang mendengar perkataan saya mengalami 'serangan jantung' lebih -lebih di Poland, di mana orang masih berbagi mental komunis: takut bicara blak -blakan.

Tapi mari kita tinggalkan bahasan tersebut, dan melintas waktu memasuki peradaban kehidupan asmara di luar pernikahan pada awal abad 20. Seringkali, Matahari di jadikan sebagai 'signature' pada kehidupan perempuan sejenisnya pada era tersebut. Namun kehidupan yang bagaimana? Pada awal abad 20, kendati etika viktoria Inggris sudah mulai melelahkan bagi sebagian masyarakat, namun pada umumnya masyarakat masih memegang norma konservatif, dimana perempuan di harapkan untuk menikah, menjadi istri yang baik dan membesarkan anak pada awal usia 20- an. Begitu pula Matahari (margaretha Zelle). Sementara pernikahannya dengan seorang staff VOC membuatnya begitu tertekan, dan kendati tidak cantik wajah, Matahari memiliki pembawaan diri, pendidikan tinggi dan wawasan yang cukup untuk membuat semua laki -laki di sekitarnya tergila - gila. Terlebih ketika dia mulai menggerakkan tubuhnya yang tinggi semampai, dengan kelenturan sendi -sendinya dan warna kulit nya yang langsep, mudah bagi Matahari untuk menawan hati setiap lelaki. Namun pilihan dia hanya mereka, para tentara.

Sebagai seorang penari erotis ( yang hampir benar-benar menari bugil) Matahari memasuki tahap kehidupan baru di mana dia mengukuhkan diri dalam gaya hidup mewah, di mana dia tidak perlu 'bekerja' sebagaimana para istri, dan memiliki sebanyak mungkin penggemar dan kekasih, yang kesemuanya memuja dirinya dan tidak pernah mengeluh atas sikap "promiscuity" nya. Jadi, bisa kita bayangkan bagaimana Matahari menggunakan potensi keperempuanannya dengan cara yang fatal. Dan tentu saja, uang mengalir dari tangan para kekasihnya itu. Matahari benar -benar mempercayai kekuatannya untuk menyihir para lelaki dengan mantra cintanya dan membuat mereka benar -benar mabuk kepayang. Mantra cinta yang saya maksud sebenarnya adalah kepandaian Matahari untuk memahami salah sekian dari kebutuhan mendasar laki -laki dan memenuhinya dengan baik.

Saya tidak ingat apakah di ceritakan dalam buku tersebut, Matahari merokok atau mencandu alkohol. Namun mungkin dia melakukanya untuk interaksi sosial semata. Dan tentu mereka clubbing juga, namun dengan trend clubbing di zaman itu. Namun, yang menarik dari Matahari adalah kesadarannya untuk mengatakan kepada dunia bahwa pernikahan tidaklah cocok bagi dirinya dan dia tidak pernah tertarik untuk menyandang gelar sebagai  'istri' di dalam kehidupannya. Ini yang membuat shock masyarakat Eropa saat itu, yaitu kesadarannya yang menentang nilai ( menikah dan menjadi istri) serta keterbukaannya pada kehidupannya tersebut. Tentu saja, para wanita di Paris ( kota di mana namanya menjadi populer) membencinya, di antara iri dan dendam, karena mungkin Matahari telah mencuri hati suami mereka.

Bila kita rangkai antara twitting Mario Teguh yang menyatakan "perempuan yang pantas dijadikan teman,.............tidak mungkin direncanakan jadi istri" dengan cerita si Matahari, sebenarnya 'maksa'. Karena, kendati perilaku matahari nista, toh dia tetap di inginkan oleh kaum lelaki, di puja, di kejar. Dan pula, dia tidak memiliki kelainan patologis dengan alkohol atau obat-obatan, seperti halnya Cleopatra dan Mark Anthony. Namun, ide yang Matahari tawarkan tetap senada, yaitu mengamankan diri secara finansial (tanpa harus menjadi istri) dengan standar kehidupan yang di inginkannya yang dia tempuh melalui cara tersebut. Namun, dia juga jatuh cinta.

Jadi kalaupun ada yang bisa kita renungkan, mungkin begini, banyak alasan bagi seorang perempuan untuk tidak  cocok di jadikan istri, misal karena karakter si perempuan itu sendiri. Ini menjadi masalah di negara barat sekarang, oleh karena itu kecenderungan pria barat menikahi perempuan asia meningkat. Sementara di Indonesia berbanding terbalik, para perempuan masih berorientasi terhadap pernikahan, oleh karenanya, perempuan yang di anggap cocok untuk di jadikan istri, tentunya perempuan yang dianggap memenuhi norma dan budaya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu Mario Teguh Pe-de menulis twitting itu, karena clubbing memang budaya adopsi-impor dan karenanya, perempuan Indonesia (sebenarnya laki-laki juga-tapi masyarakat lebih permissive terhadap laki-laki di banding  perempuan) diharapkan tidak terbiasa dengan kultur itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline