Lihat ke Halaman Asli

Kucing Rumah Kayu

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah beberapa tahun aku tinggal disini, rumah kayu yang nyaman dalam dinginnya udara Ubud. Tepatnya aku tinggal dalam ruang kosong di bawah tangga. Jangan bayangkan seperti kamar Harry Potter di rumah keluarga Dursley ya. Resminya sih, itu tempat Mbok Ayu menyimpan sapu, kemoceng, dan setumpuk lap pel. Nah, diatas tumpukan lap pel wangi itulah tempat tidurku.

Aku tak tau namaku yang sebenarnya. Mbok Ayu ini memanggilku Manis, Bli Eka memanggilki Pus, belum lagi orang-orang yang datang dan pergi, semuanya memanggilku dengan panggilan berbeda.

Beberapa waktu yang lalu, ada seorang wanita sipit berkulit kuning yang menyewa rumah ini. Tampaknya dia punya kucing di rumahnya, karena dia baik sekali padaku. Dia memanggilku Shiro, mungkin karena buluku yang putih. Aku yang biasa diberi makan tulang ikan dan nasi kemarin oleh Mbok Ayu, diberinya biskuit enak berasa daging. Sebagai balas budi, aku suka bergelung menghangatkan kakinya saat dia menulis hingga dini hari.

Setelah wanita sipit berkulit kuning itu, ada seorang penyewa lain. Wanita ini bermata biru dan berkulit putih. Dia juga baik, meskipun tak memberiku biskuit yang sama dengan yang dibelikan wanita sipit berkulit kuning. Tak seperti Mbok Ayu dan Bli Eka yang memanggilku dengan mendecak-decakan lidah, wanita ini menepuk-nepuk lantai kayu sambil memanggilku “here kitty-kity..”, lalu membelai buluku sambil memberiku sepotong daging yang diiris dari piringnya. Dia suka bersepeda keliling sawah di depan rumah, dan aku suka menyambutnya saat dia kembali.

Terakhir kemarin, ada seorang pria berkulit gelap dan bermata hitam. Anehnya dia berbicara bahasa yang berbeda dengan Mbok Ayu dan Bli Eka. Alih-alih memberiku nama apalagi makanan, dia malah pernah menjerit melihatku, dan berusaha memukulku dengan sapu lidi. Aku masih ingat saat itu Bli Eka sedang memperbaiki pintu lemari tempatku tidur, jadi aku harus mencari tempat lain untuk tidur. Meskipun ada tiga kamar disini, satu-satunya yang berjendela lebar adalah kamar depan. Jadi kamar itulah yang kupilih untuk tempat bersantai. Mana kutahu itu kamar yang dipilihnya untuk tidur.

----

Ditulis pada pertemuan RLWC 17 Desember 2011, dengan setting rumah kayu biasa disewa oleh penulis, lokasi di Ubud, rumah kayunya menghadap ke sawah, ada sepeda yang bisa dipakai berkeliling.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline