Seseorang dapat melakukan perjalanan mencapai hampir semua daerah di Jakarta hanya dengan memakai angkutan umum ditambah dengan sedikit berjalan kaki. Itulah kesimpulan saya setelah memetakan rute angkutan umum Jakarta beberapa tahun terakhir ini.
Ratusan rute angkutan umum malang melintang di Jakarta. Bila digambarkan dalam peta, rute-rute angkutan umum ini menyerupai benang kusut di atas wilayah Jakarta. Rute-rute tersebut sudah cukup untuk menjangkau berbagai pelosok Jakarta. Seseorang dapat berangkat dari ujung selatan kota hingga ujung utara Jakarta hanya dengan bus, angkot atau kereta dengan melakukan 1 – 4 kali transit atau berganti kendaraan. Setiap rute angkutan umum pasti tersambung dengan setidaknya satu rute angkutan umum lain. Maka itu, saya berpendapat bahwa angkutan umum Jakarta sudah dapat memenuhi kebutuhan mobilitas warga dalam aspek ketersediaan rute.
Sayangnya, rute saja tidak cukup. Anda bisa saja naik angkutan umum berangkat Cibubur mencapai Tanjung Priok, dari ujung selatan ke ujung utara kota. Akan tetapi, di tengah perjalanan mungkin Anda mengalami pengalaman kurang menyenangkan dengan beberapa angkutan umum berkualitas rendah. Kualitas yang dimaksud di sini adalah mengenai kenyamanan, kecepatan, keselamatan dan keamanan. Kualitas-kualitas tersebut adalah permasalahan klasik yang lamban diperbaiki.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Pak Ahok kini berusaha membenahi angkutan umum Jakarta. Terobosannya adalah rencana penyatuan manajemen angkutan umum dalam PT. Transportasi Jakarta dan penerapan pembayaran upah rupiah per kilometer untuk operator bus. Rencana ini menuai pro dan kontra, dan langkah untuk mewujudkannya pun tidak mudah. Namun, saya pikir, langkah tersebut patut didukung demi mewujudkan sistem transportasi umum Jakarta yang bisa diandalkan. Tentunya melalui kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak. Sistem pengawasan yang ketat oleh masyarakat juga diperlukan supaya skema tersebut berjalan efektif.
Salah satu tugas yang menanti Dinas Perhubungan Jakarta serta pengelola angkutan umum Jakarta adalah pembenahan rute-rute yang ada. Rute-rute yang ada memang sudah banyak dan terkoneksi, akan tetapi ada beberapa wilayah yang penempatan rutenya tidak efisien dalam menghubungkan pusat-pusat aktivitas masyarakat. Sebagai contoh, trayek yang melewati JIExpo Kemayoran hanya ada satu mikrolet, padahal tempat tersebut sering ramai dikunjungi masyarakat. Terkadang awak angkutan umum memodifikasi trayek mereka sendiri untuk mencapai lokasi-lokasi yang ramai. Modifikasi-modifikasi trayek seperti ini sebaiknya dikaji ulang oleh Dinas Perhubungan. Diakomodasi apabila memang efektif atau ditertibkan bila menjadi semrawut.
Selain kualitas angkutan umum itu sendiri, ada faktor lain yang kurang diperhatikan dalam topik transportasi publik: trotoar. Ketika kita berangkat dari rumah menuju perhentian bus terdekat, kita perlu trotoar yang baik untuk perjalanan jalan kaki kita. Perjalanan jalan kaki adalah satu kesatuan dalam pengalaman memakai angkutan umum. Maka itu pembangunan dan perawatan trotoar yang baik seharusnya mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah dan masyarakat.
Memang perlu banyak pembenahan sebelum angkutan umum Jakarta yang handal dapat terwujud. Para pemangku kepentingan tampaknya mulai melangkah menuju ke sana. Hal ini juga dipacu oleh makin parahnya kemacetan Jakarta. Masyarakat punya peran vital dalam pembenahan angkutan umum. Masyarakat memiliki banyak saluran untuk menyuarakan aspirasi, misalnya melalui media sosial, blog, atau saluran pengaduan yang disediakan pemerintah. Aspirasi ini merupakan kekuatan tersendiri untuk mendorong pemerintah dan operator bergerak mewujudkan angkutan umum Jakarta yang baik dan dapat diandalkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H