Lihat ke Halaman Asli

Spring Cleaning

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuaca mulai menghangat, malam-malam masih terasa sejuk, bunga-bunga bermekaran dan burung semakin berkicau, musim semi telah tiba. Waktunya mencuci dan mengeringkan pakaian musim dingin yang telah berlalu, melipat dan menyimpannya di rak lemari paling atas. Berikutnya, 'spring cleaning', yang berarti saya bakal bersih-bersih dan beres-beres rumah sampai pelosok-pelosok seharian, dan biasanya dilanjut dengan beresin (baca: mengurangi isi) lemari pakaian juga.

Kami baru pindah ke kota baru ini enam bulan lalu. Setiap pindahan, pasti ada sesi sortir barang mana yang ikutan pindahan, mana yang ditinggal. Untuk furniture, alat elektronik yang ngga mau dibawa, sempatkan satu hari untuk buka rumah bikin 'Moving Sale', bisa juga dipajang di situs jual beli barang bekas pakai, dilungsurkan ke teman-teman (saya juga sering dapat lungsuran). Pakaian yang (harus) layak pakai dan buku-buku bisa ditaruh di kotak-kotak khusus yang disediakan untuk kemudian disalurkan kembali kepada yang membutuhkan.

Intinya, seharusnya tahun ini saya ngga perlu 'beresin' lemari pakaian dong. Tapiii, membuka lemari pakaian untuk menyimpan pakaian musim dingin di rak atas tadi berarti rak-rak lainnya ikut terlihat. Lho, kok, penuh banget ya? Lihat gantungan celana panjang, saya hitung, kurang lebih 30 pasang (lebihnya jangan dihitung deh), gantungan atasan panjang pendek saya hitung minimal ada 40, semua ada isinya, belum lagi kaos-kaos, rok, terusan, sepatu, tas...whoaaa...padahal saya (selalu) ngakunya: "beda sama perempuan lain deh, ngga doyan belanja".

Adik saya bilang, mengintip lemari pakaian saya itu seperti mampir ke toko grosir, satu macam ada beberapa warna. Memang kebiasaan itu yang bikin lemari penuh, kalau nemu celana yang pas, langsung deh beli 2-3 warna lain. Alasannya, sedang 'sale', atau "kan, belinya yang murah-murah".

Di kota tempat tinggal saya sekarang, biarpun ngga ada yang namanya pajak penghasilan, barang-barangnya menurut saya mahal-mahal banget. Beda dengan satu kota belanja di Asia tempat kami tinggal sebelumnya. Isi lemari ini setelah saya periksa satu persatu nyaris 70% hasil buruan selama lima tahun tinggal disana. Banyak gaun yang saya miliki hasil 'cari tukang jahit yang murah' bareng teman-teman yang tinggal disana dulu. Beberapa modelnya samaan dengan gaun teman lain karena beli bahannya mendadak dan 'gak' ada ide...warna dan corak aja yang berbeda.

Dengan harga yang mahal-mahal disini, ngga ada alasan buat saya bela-beli ini itu yang ngga perlu-perlu amat. Ya pakaian maupun perabot rumah tangga. Lagipula, salah satu resolusi tahun ini adalah 'simple living', minimalis deh. Kalau terdengar mulia, alasan utama sebetulnya karena setiap pindahan saya yang ketiban tugas nyiapin barang-barang sebelum petugas relokasi datang. Jadi tau banget repotnya kalau punya banyak barang. Suami dapat tugas yang lainnya. Dan karena saya ngga pernah punya asisten rumah tangga (prinsip saya, rumah kami ya tanggung jawab kami juga untuk memeliharanya), kalau kebanyakan barang, waktu saya bakal tersita hanya untuk ngelap pernak-pernik. Apalagi waktu saya masih bekerja di luar rumah dulu.

Sudah dulu ya, saya mau lanjut sortir isi lemari pakaian saya tadi. Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline