Lihat ke Halaman Asli

dabPigol

Nama Panggilan

Cerita Japak | Kecehan

Diperbarui: 8 Februari 2019   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak tengah main hujan. Dokpri

Ragam bahasa Jawa cukup banyak. Para penuturnya juga beragam. Wilayah Jogja dan Solo acapkali dianggap yang paling tinggi tingkatannya. Boleh jadi karena pada kedua wilayah itu ada kerajaan Mataram yang cukup terkenal memiliki banyak ragam budaya. Satu diantaranya adalah bahasa tuturnya yang bertingkat-tingkat. 

Dari yang terendah yaitu ngoko, untuk masyarakat luas atau orang biasa dan orang-orang terdekat. Kemudian meningkat ke ragam krama madya  untuk orang-orang yang dihormati seperti orang tua, guru dan lainnya. Tingkat tertinggi adalah krama inggil bagi para priyayi dan kalangan ningrat atau yang disetarakan dengannya. 

Selain perbedaan tingkat kebahasaan di atas, Bahasa Jawa juga  memiliki beragam dialek. Dari tiga provinsi yang biasa disebut sebagai daerah atau wilayah penutur Bahasa Jawa, mungkin hanya Jawa Tengah yang memiliki banyak dialek. Dialek Solo dan Semarang beda. Berbeda juga dengan Rembang dan sekitarnya. 

Di antara berbagai perbedaan itu, ada hal yang sangat menarik. Yaitu sebutan ngapak dan bandhek

Gambar @sopadialkabumainy

Sebutan ngapak dialamatkan kepada masyarakat atau wong Kulonan. Dari Kebumen kulon Kali Luk Ulo sampai perbatasan Jawa Barat yang acapkali disebut Barlingmascakeb (Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen) plus Galabes (Tegal, Pemalang dan Brebes). 

Sebaliknya, wong Kulonan menyebut dialek wong Wetanan dengan istilah bandhek. Perbedaan dialek ini, oleh pengguna dialek Suroboyo -an terdengar seperti qolqola dalam cara baca huruf Al Qur'an yang benar (tajwid). Terutama untuk kata-kata yang berakhiran huruf k. Atau huruf-huruf vokal :a, i, u, e dan o. 

Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas daripada saling sindir dialek antara bandhek dan ngapak, saya ingin menulis serial cerita berdialek ngapak Kebumen-an atau cerita Jawa Ngapak (Japak). Tulisan pertama berjudul Kecehan yang padan katanya dalam Bahasa Indonesia belum dapat dipastikan. Boleh jadi diterjemahkan dengan : bermain hujan sambil berlarian, baku injak air atau yang lainnya. 

***

Kecehan 

Mula bukane, enyong weruh anake tanggaku agi udan-udanan nang ngarep umah

(Awal cerita, saya melihat anak tetangga sedang bermain hujan di depan rumah).

Dhemen banget ndelengna polah sing kaya kuwe. Kelingan jaman gemiyen, wektu cilikanku. Kecehan kambi sempyokan nganti kena rahi. Beda kambi bocah jaman siki sing temungkul bae dolanan hape pinter jere wong-wong.

(Sangat menyenangkan hati melihat tingkah laku seperti itu. Teringat masa kecilku. Baku injak dan saling tendang air hujan sampai mengenai muka/wajah. Berbeda dari anak jaman sekarang yang suka menundukkan muka bermain HP pintar, seperti kata orang-orang). 

Ngendikane biyungku, jaman cilikan kuwe mung nggo sinau kambi seneng-seneng. Dolan bareng kanca seumuran, lanang wadon padha bae. Arep ngapa bae, pokoke ora mbebayani nggo awake dhewek. Apa maning nggo liyan, aja nganti kaya kuwe. 

(Kata Ibuku, masa kecil adalah masa-masa belajar dan bermain. Main bersama teman sebaya, lelaki atau perempuan sama saja. Apapun yang dilakukan, yang penting tidak berbahaya bagi pribadi. Apalagi buat yang lain, jangan sampai terjadi hal-hal yang membahayakan). 

Lanang wadon kecehan bareng mung cawetan. Tapi ora pada saru utawa nakal. Nek agi sempyokan, sing kena rahi ora lara ati. Malah mbales, nek isa sing lewih akeh. Sempyokan nyenengna temen. Jeritan, buron utawa balang-balangan belet. Mandhege nek wis terang, dikon bali utawa ana sing nangis. Bar kuwe bali meng umahe dhewek-dhewek. Ngesuk dibaleni maning.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline