Asmara tak seindah kata dalam puisi. Dan cinlok bisa terjadi di manapun, termasuk di lokasi bencana. Cinta yang kadangkala bertepuk sebelah tangan. Karena tangan lain ternyata menggapai yang berharga lainnya.
Itulah yang terjadi pada diri Suci, sebut saja begitu. Mahasiswi cantik yang dikirim almamaternya membantu Posko Operasi Tanggap Darurat di Markas PMI Bantul. Dia komunikatif dan kemampuan berbahasa Inggrisnya cukup lancar. Seringkali mendampingi tamu atau delegasi mancanegara.
Di tenda relawan laki-laki ada seorang pemuda ganteng yang mengaku bernama Rendra, berasal dari Jakarta. Kulit bersih dan tubuh atletis. Tak jelas waktu kedatangannya, dari cerita para relawan lokal yang saya kenal, Rendra dan Suci ditengarai tengah menjalin asmara. Cerita biasa, pikir saya.
Minggu pertama kami disibukkan dengan urusan korban dan bantuan yang terus mengalir dari berbagai arah. Waktu dan frekuensi kedatangan sulit diprediksi.
Mulai hari ketiga saya ditugaskan mengelola gudang di gedung Pramuka yang masih utuh dan cukup luas. Di situ hanya untuk bahan makanan dan obat-obatan. Pagi hari dikelola 4 atau lima orang. Di bagian obat, sesuai jurusannya, Suci ditempatkan. Kamipun sering ngobrol dan bercanda untuk mengisi waktu di kala senggang.
Menjelang tengah malam, pada malam kelima, datang dua kontainer bantuan dari distributor besar produk-produk makanan. Di gudang hanya bertiga, saya dan dua relawan perempuan. Ada perintah dari Markas untuk segera memindahkan bantuan itu ke gudang. Saya menyuruh salah satu relawan mencari tambahan tenaga bongkar muat dan Suci di tenda relawan.
" Pak... mbak Suci nggak ada. Katanya sedang ke Jogja sama Rendra", Asih yang jadi asisten administrasi gudang memberi tahu.
" Siapa si Rendra itu Sih? Pacar atau saudaranya?", penasaran juga dengan nama yang sedang tren dua hari terakhir.
" Itu lho pak, pemuda ganteng yang sering di dapur umum", Jawab Asih bersemangat.
" Katanya pernah ngobrol pak..".
Saya coba mengingatnya.