Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Pintu yang Menahan

Diperbarui: 20 Maret 2018   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Hampir setiap hari aku dan istriku bertengkar. Di hari-hari melelahkan saat pulang kantor, aku berangan-angan mendapatkan suasana rumah yang  tenang dan menginginkan istriku membiarkan aku tidur di tempat tidur yang nyaman tanpa gangguan apapun. Namun kembali kerumah, bukan kenyamanan yang kudapatkan, istriku seperti telah selalu menanti kepulanganku dengan teror-teror masalah rumah. Entah aku harus bermain dengan anak tertua kami atau ia segera memintaaku mengurus bayi  kami atau ia akan membuat aku pergi ke dapur entah menyiapkan makanan bayi, mensterilkan botol susu atau menakar susu bayi, ada saja kerepotan yang disediakannya bagiku. Sering sekali sengaja ku abaikan permitaan istriku dan langsung berlalu masuk ke kamar tidur. Tapi bukan tempat tidur hangat yang kudapatkan melainkan tempat tidur yang sering berantakan dengan mainananakku yang berserakan di sana-sini dan terkadang bau pesing tercium karena bayi kami habis mengompol.

Suatu malam, sebuah pertengkaran hebat kembali terjadi, istrikumenyambutku dengan memintaku membelikannya makan malam.

                "Makan malammu saja harusaku yang mengurusi?Apa saja kerjamu seharian, ma?"Tanyaku marah.

                "Aku bosan hanya makan telur dan sosis dari kulkas saja. Aku tidak bisa keluar seharian karena harus menjaga anak-anak?"Keluh istriku.

                "Hanya karena kau bosan, kau suruh aku yang sudah capek begini seharian mengurusi pekerjaanku untuk kembali menyetir mencari makanan?? Kau terlalu manja! Tidak! Aku mau tidur!"Sahutku sengit. Dan seperti yang kuduga, istriku pun mulai marah-marah... Aku lelah! Aku bosan! Aku bisa gila! 

Aku bergegas mengambil kunci mobil hendak keluar rumah, aku harus keluar dari rumah ini dan mencari suasana baru. Aku tidak boleh membiarkan diriku menjadi sinting di rumah bodoh ini! Tepat ketika kupegang gagang pintu hendakk eluar, muncul bayangan ayahku keluar dari rumah kami dulu meninggalkan ibukud an kami anak anaknya, bayangan itu sungguh menyakitkan hati. 

Ayahku keluar dari pintu rumah itu dan tidak pernah kembali lagi. Apakah aku harus mengikuti jejak ayahku meninggalkan tanggungjawab sebagai kepala keluarga??Perlahan kuberjalan ke kamar, kudapati istriku duduk di tempat tidur sambil menggendong bayi kami yang sedang tertidur, sementara si sulung tertidur di dekatnya sambilme megang mobil-mobilan kesayangannya. 

Mata istriku tertutup sambil berderai air mata. Ia sedang berdoa. Ia wanita yang sehari harinya harusm engurus dua anakku dan malam ini kelaparan karena tidak sanggup lagi makan makanan yang sama dan aku telah menolak membantunya. Begitu banyak masalah proyek besar di kantorku dilemparkan padaku, dan aku selalub erhasil mengatasinya. Sementara mengatasi istriku yang minta dibelikan makan malam...  Aku hampir memilih untuk menyerah.

Yacinta Senduk SE, SH, MBA, LLM

Principal of Yemayo Advance Education Center - Kursus Kecerdasan Pribadi Pertama di Indonesia untuk usia 2 s.d 19 tahun -- www.myyemayo.blogspot.com

Simak Talkshow Seputar Keluarga bersama: Yacinta Senduk, setiap Hari Selasa, pukul 14.30 di radio 103.4DFM, streaming: www.radiodfm.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline