Lihat ke Halaman Asli

Totok Siswantara

TERVERIFIKASI

Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pilkada Jakarta Jangan Menjual Mulut Manis, Tak Mempan bagi Warga

Diperbarui: 27 September 2024   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustarsi mulut manis politisi ( sumber Kompas.id ) 

Kampanye calon gubernur-wakil gubernur Jakarta masih terkesan asal-asalan saja. Belum ada greget, seperti penderita kurang darah. Pasangan calon kepala daerah Jakarta dengan caranya masing-masing baru sebatas menjual mulut manis. Belum sampai masalah esensial yang kini tengah dihadapi warga Jakarta.

Ironis, strategi menjual mulut manis yang dibungkus dengan teori omong kosong masih menjadi kebiasaan dalam Pilkada. Mengingatkan saya kepada sebuah buku yang berjudul On Bullshit, karya filsuf Harry G Frankfurt. 

Buku ini menjelaskan, teori omong kosong yang merangkai ide ke dalam kata-kata dengan konsep atau strategi tertentu kemudian diterapkan dalam komunikasi massa untuk kampanye politik. 

Menurut pengarang buku ini, acap kali omong kosong yang disiapkan dengan lihai itu bertujuan persuasif tanpa mempertimbangkan kebenaran ataupun kepentingan publik yang esensial.

Warga sudah paham bahwa gubernur yang dahulu, Anies Baswedan telah berhasil mendongkrak indeks pembangunan manusia (IPM) dan sukses menata sistem pengembangan SDM di DKI Jakarta. 

Keniscayaan bagi calon gubernur dan wakil gubernur mendatang agar melakukan kesinambungan program pengembangan SDM yang kreatif dan pelayananan publik yang inovatif. Baik yang berupa aplikasi layanan masyarakat Jakarta Kini (JAKI) maupun layanan elektronik lainnya.

Sehingga indeks pembangunan manusia (IPM) di DKI Jakarta yang dari tahun ke tahun terus naik secara signifikan bisa dipertahankan. IPM DKI Jakarta masuk kategori tinggi sejak 2018.

Gubernur Jakarta mendatang dihadang tantangan berat yakni membentuk postur birokrasi di DKI Jakarta yang lebih bernuansa milenial dengan budaya kerja yang lebih berdaya saing global. 

Baik DKI Jakarta maupun IKN Nusantara sama-sama membutuhkan postur ASN yang mengutamakan generasi milenial karena memiliki daya adaptasi dengan perkembangan teknologi dan memiliki masa kerja yang masih panjang. 

Masalahnya adalah sulit mendapatkan sosok milenial unggul yang bersedia menjadi aparatur, karena secara psikologis mereka telah terobsesi dengan ekosistem Jakarta yang telah setara dengan kota-kota besar dunia. Selain itu pranata sosial dan ekonomi di Jakarta sudah membuat mereka merasa nyaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline