Lihat ke Halaman Asli

Totok Siswantara

TERVERIFIKASI

Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Lebih Afdal Pilih Caleg Nomor Tengah ke Bawah, Kenapa?

Diperbarui: 17 Oktober 2023   04:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Penghitungan kertas suara Pileg (Sumber  KOMPAS/YUNIADHI AGUNG)

Setiap penyelenggaraan pemilu menurut pengamatan saya selalu terjadi cakar-cakaran atau sikut-sikutan sesama caleg dalam satu parpol. Nomor urut caleg dalam kertas suara menjadi penyebab perselisihan hingga perang dingin antar caleg separtai.

Selama ini nomor urut pertama, kedua, dan ketiga menjadi incaran dan rebutan. Tak mengherankan banyak caleg yang berusaha dengan berbagai cara mendapatkan nomor tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa nomor urut pertama nuansanya kental dengan kolusi dan kroni pengurus parpol. Atau diberikan kepada sosok yang memiliki sumber keuangan yang besar. Dalam bahasa rakyat mereka disebut sebagai cukong politik.

Tidak jarang untuk merebut nomor papan atas tersebut para caleg menggunakan jasa tukang survei yang bisa merekayasa elektabilitas semu dari sang caleg. Tahapan pemilu selalu diwarnai dengan bujuk rayu tukang survei yang bermaksud menjual jasa rekayasa elektabilitas. 

Tukang survei yang biasanya merangkap peran sebagai konsultan politik kian marak karena lemahnya regulasi dan kondisi tata kelola parpol yang hanya dilakukan tergesa-gesa menjelang pemilu, akibatnya sistem rekrutmen caleg amburadul atau asal-asalan.

Saran saya dalam memilih caleg yang tertera dalam kertas suara Pemilu 2024 sebaiknya coblos salah satu caleg dengan nomor urut tengah ke bawah. Mengapa begitu ? Karena caleg nomor tengah ke bawah relatif bebas dari modus cukong politik. Juga bukan kroni pengurus. Melainkan mereka yang berkeringat dalam berpolitik.dan lebih tulus dalam mengelola aspirasi rakyat jika terpilih.

Sesaat setelah pencoblosan biasanya caleg nomor atas ada yang bermain dengan perolehan suara yang diraih oleh partainya. Bahkan ada yang "belanja" suara. 

Istilah belanja adalah mengalihkan perolehan suara tertentu untuknya. Perjalanan surat suara dan form C1 sesaat setelah kegiatan TPS selesai memasuki kondisi yang cukup krusial. Oleh sebab itu caleg papan tengah dan bawah mesti bersatu mengawal perolehan suara.

Fakta menunjukkan bahwa sengketa hasil pemilu yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK) kebanyakan terjadi pada proses rekapitulasi tingkat PPK (Kecamatan) dengan cara memanipulasi formulir C-1.

Postur caleg parpol belum sesuai dengan harapan rakyat luas. Sosok legislator yang didambakan oleh rakyat sangat kontradiktif dengan kepentingan pengurus parpol. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline