Langkah Partai Demokrat yang mendukung Prabowo sebagai bacapres Pemilu 2024 bukan hal yang mengejutkan. Publik justru mempertanyakan dengan mendukung Prabowo, Demokrat dapat apa ?
Dapatkah efek ekor jas dari Prabowo bisa di cuwil-cuwil banyak partai yang tergabung dalam koalisi gemuk, termasuk Demokrat.
Sudah barang tentu para caleg dari Partai Demokrat dari berbagai dapil sulit menambang efek ekor jas dari Prabowo. Kondisinya sangat berbeda jika Demokrat berhasil menjadikan AHY sebagai cawapres.
Seandainya Demokrat berhasil menggolkan AHY sebagai cawapres, dari aspek marketing politik hal ini sangat menguntungkan para caleg hingga ke tingkat daerah.
Meskipun Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah menitipkan agenda perubahan dan perbaikan kepada bakal calon presiden Prabowo Subianto.
Titipan itu ia sampaikan setelah pertemuan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo Subianto. Namun titipan seperti itu di mata rakyat tidak terlalu menarik.
Berbeda dengan posisi para caleg dari Partai Gerindra yang sudah barang tentu bisa menambang faktor ekor jas efek Prabowo secara optimal.
Bahkan caleg Gerindra sangat diuntungkan dengan bergabungnya banyak parpol. Karena pada prinsipnya masa mengambang dari Partai Demokrat akan pindah memilih caleg Gerindra. Karena lebih praktis jika memilih langsung, tanpa titip menitip aspirasi seperti yang dimaksud oleh AHY diatas.
Bergabungnya elit Partai Demokrat kepada koalisi Prabowo sangat menggembirakan pengurus Partai Gerindra karena bisa dengan mudah mengakuisisi massa mengambang yang selama ini memilih Demokrat.
Ada fenomena yang cukup menarik terkait dengan langkah partai sempalan Demokrat, yakni Partai Kebangkitan Nasional (PKN) yang dipimpin oleh Anas Urbaningrum.
Sosok yang kini menjadi seteru mantan Presiden SBY. Selain PKN, juga menarik untuk diamati faksi-faksi sempalan yang pernah menyelenggarakan Kongres Medan yang telah memilih Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat.